Max Weber: Teori Tindakan Sosial (2)

Verstehende/Fenomenologi
Fenomenologi adalah metode yang digunakan/direkomendasikan Weber untuk menelisik berbagai motif dari tindakan individu. “Melihat di belakang dari yang tampak di depan”. Di ranah teori social modern verstehende juga dikenal dengan fenomenologi. Verstehende, mengajak orang untuk beranjak berfikir dari fenomena ke nomena. Fenomena adalah gejalan yang tampak dipermukaan sementara nomena adalah gejala yang tidak tampak dipermukaan. Fenomena bisa juga disebut sebagai sesuatu yang manifes sementara nomena merupakan sesuatu yang laten. Dengan kata lain verstehende ingin mengajak kita kepada kerangka berfikir pemahaman subjektif actor atau individu. Misal ada sekelompok anak muda bermain futsal. Pernahkah kita bertanya apa yang memotivasi anak muda tersebut bermain futsal? Sesungguhnya motivasi anak muda tersebut bukanlah motivasi tunggal. Dan apabila kita gunakan rasionalitas Max Weber, nanti kita bisa petakan rasionalitas golongan anak muda tersebut.
Contoh lain adalah penelitian tentang subjek pengemis dan subjek gelandangan. Apakah benar motif mereka mengemis karena miskin (tak punya uang)? Ada beberapa penelitian yang membuktikan bahwa mereka mengemis bukan karena miskin akan tetapi karena budaya miskin, seperti rendahnya etos kerja. Apakah benar mereka hidup menggelandang karena tak punya rumah? Beberapa hasil penelitian, gelandangan memiliki rumah, hanya saja mereka tidak betah.

Kajian Weber tentang Birokrasi
Apa itu pengertian birokrasi. Secara sederhana birokrasi adalah organisasi bentukan negara untuk memperlancar fungsi pemerintahan. Menurut Weber birokrasi adalah lahir di zaman modern dengan roh efisien dan efektivitas.
Ada 6 karekter utama dari Birokrasi: (1) Kekuasaan legal formal (kewenangan yang sah), dan biasanya berasal dari pusat. Birokrasi mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa. (2) Struktur Hirarkis. Sistem komando berbentuk piramida berimplikasi mereka yang di atas memiliki otoritas (kekuasaan/kewenangan) lebih tinggi ketimbang mereka yang dibawah. Atasan bertanggung jawab terhadap tindakan bawahan. Bagi Weber struktur pyramid ini seringkali menumbulkan sakit hati, karena bisa saja puncak piramida, usia muda dan mereka yang lebih tua berada pada piramida di bawah. Karena di dalam birokrasi yang dipertimbangkan adalah prestasi/achievement. (3) Keseragaman Operasi/prosedur. Misal Birokrasi biasanya ada SOP, seperti kenaikan pangkat, perjalanan dinas, prosedur bagi klien, dll. (4) Spesialisasi. Spesiliasisasi ditujukan untuk mencapai efisensi dan efektivitas tingggi, righ man and the righ place. Menurut Weber, pegawai birokrasi merasa seperti sekrup kecil dari sebuah mesin yang sangat besar. Akibat dari spesialisasi, pegawai birokrasi sering mengalami kejenuhan kerja dan muncullah kehilangan makna dalam bekerja. Solusinya? Agar ada pemimpin kharismatik, yang bisa memotivasi bawahannya. (5) Hubungan impersonal. Birokrasi harus menerapkan interaksi social bersifat sekunder “saya dan anda”. Menghindari perasaan (emosional) di dalamnya. Berlaku dalam hubungan dengan klien maupun antara sesama pegawai birokrasi (6) Formalitas berlebih. Dalam birokrasi segala sesuatu harus tertulis dan bisa diarsipkan. Kebijakan atas sesuatu bersifat tetap dan tak dapat diganggu gugat.
Menurut Weber, apa yang terjadi dalam birokrasi, semua itu dinamakan Weber “the iron cage the birokrasi (sangkar birokrasi).

Patologi Birokrasi
Penyakit dalam birokrasi terjadi ketika karakter birokrasi tidak digunakan. Johan Huizinga “Manusia sebagai homo ludens” Lord Action “ Power tend to corrupt, and absolutes power, corrupt absolutely.Anti spesialisasi, Personalitas/hubungan emosional yang memunculkan obius of power, Informalitas.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *