Metode Penelitian–Latar Belakang
Latar belakang merupakan bagian awal yang sangat penting dalam suatu penelitian. Alasan-alasan penting mengapa suatu topik penelitian dipilih sebagai bahan kajian dalam penelitian diuraikan secara komprehensif di dalam latar belakang. Alasan-alasan tersebut dapat dirujuk dari referensi ilmiah (jurnal penelitian, laporan resmi) yang perlu dikuatkan oleh fakta di lapangan atau kondisi empiris di lapangan.
Hal-hal apakah yang dapat dikemukakan di latar belakang?
-
Gambaran umum lokasi penelitian. Gambaran umum lokasi penelitian harus dikemukakan secara jelas. Misalnya jika penelitian di lakukan berkenaan dengan topik komoditi karet, maka minimal dapat dikemukakan peranan komoditi karet dalam perekonomian, jumlah petani karet yang menggantungkan hidupnya pada komoditi karet, kondisi tanaman karet baik menurut pola pengusahaan maupun menurut status tanaman tua, tanaman belum menghasilkan maupun tanaman rusak.
-
Alasan penting/peranan-peranan penting dari setiap variabel yang diteliti. Alasan-alasan penting ini sebaiknya dikemukakan dengan merujuk (mengutip) sumber referensi ilmiah, misalnya buku teks atau jurnal, yang selanjutnya diperkaya oleh argumentasi pemikiran si peneliti.
-
Masalah-masalah empiris dari setiap variabel yang diteliti. Masalah-masalah empirik yang dimaksud di sini adalah masalah yang diperoleh ketika melakukan penelitian pendahuluan (mencari informasi), yakni dengan pengamatan langsung oleh peneliti di lapangan, dokumen dokumen tertulis, berita di media masa, wawancara dengan pihak terkait atau bisa juga dengan penyebaran angket yang bermaksud menggali permasalahan untuk mendapatkan informasi awal.
Beberapa panduan dalam menyusun latar belakang:
-
Mengemukakan alasan penting masalah pokok penelitian. Umumnya masalah pokok penelitian adalah sesuatu yang dijadikan variabel terikat dalam penelitian. Cara mengemukakan alasan penting tersebut adalah merujuk/mengutuip referensi ilmiah, selanjutnya peneliti dapat mengulasnya berdasarkan pendapat/pemikiran peneliti sendiri.
-
Mengemukakan masalah empirik yang ada pada masalah pokok tersebut. Caranya adalah merujuk dari hasil pengematan pendahuluan yang telah dilakukan peneliti. Misalnya dirujuk dari hasil pengamatan/observasi, dokumen-dokumen yang relevan, hasil wawancara/interview atau dari hasil angket. Masalah yang dikemukakan dapat berupafenomena/gejala masalah (symptom) dari masalah utama tersebut.
-
Mengemukakan masalah empirik yang ada dalam setiap faktor. Seluruh faktor-faktor penyebab masalah pokok seperti di kemukakan di atas, perlu dianalisis masalah empiriknya sesuai dengan fakta yang ditemukan dari hasil pengamatan pendahuluan.
-
Memilih satu atau lebih faktor yang dianggap penting untuk dijadikan variabel bebas/variabel independen. Batasi satu atau beberapa faktor yang ingin dikaji, lalu kemukakan pula alasan mengapa memilih faktor tersebut. Alasan ini dapat merujuk pada referensi ilmiah, misalnya buku teks, hasil penelitian orang yang relevan atau dilokasi penelitian variabel yang dipilih ini merupakan variabel yang sangat penting diantara faktor lainnya
Berikut disajikan contoh latar belakang penelitian tentang sistem pemasaran karet rakyat di provinsi Jambi.
Perkonomian Provinsi Jambi hingga saat ini masih didominasi oleh sektor pertanian. Hal ini ditunjukkan oleh kontribusi sektor pertanian dalam pembentukan PDRB Provinsi Jambi masih terbesar dibandingkan sektor-sektor ekonomi lainnya. Kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB Provinsi Jambi mengalami peningkatan dari 27,28% pada tahun 2004 menjadi 29.10 pada tahun 2005.
Sub sektor yang berperan dan memberikan kontribusi terbesar pada sektor pertanian adalah sub sektor perkebunan yang pada tahun 2004 tercatat memberikan kontribusi sebesar 44.63% atau 12.64% terhadap PDRB provinsi Jambi. Karet merupakan komoditi unggulan pada sub sektor perkebunan yang terus menjadi perhatian pemerintah untuk dikembangkan dalam upaya meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani. Tanaman karet sudah diusahakan oleh masyarakat (petani) Jambi secara turun temurun jauh sebelum pembangunan jangka panjang tahap pertama dilaksanakan. Oleh karena itu, usahatani karet sudah menjadi bagian dari budaya masyarakat Jambi. Hingga tahun 2004, perkebunan karet masih menyerap 425.282 orang tenaga kerja dengan jumlah rumah tangga petani sebanyak 216.724 keluarga.
Selama tiga tahun terakhir, terdapat adanya kecendrungan peningkatan ekspor komoditi ini, baik dalam volume maupun nilainya. Pada tahun 2002, volume ekspor tercatat sebesar 82.259 ton dan pada tahun 2005 meningkat menjadi 133.186 ton. Demikian pula, nilai ekspor meningkat dari US$.56.924.000 pada tahun 2002 menjadi US$.208.886.754 pada tahun 2005.
Meskipun peran komoditi karet cukup berarti dalam perekonomi Provinsi Jambi, akan tetapi perannya terhadap peningkatan kesejahteraan petani belum signifikan. Secara internal, ditemukan berbagai permasalahan dalam pengembangan perkebunan karet rakyat, salah satu diantaranya adalah masalah pemasaran bokar (bahan olah karet) yang dihasilkan petani.
Pada dasarnya pemerintah telah melakukan berbagai upaya guna melindungi petani karet khususnya petani karet rakyat agar berada pada posisi yang menguntungkan dalam pemasaran bokar yang dihasilkan. Pembentukan pasar lelang karet pada beberapa sentra produksi karet rakyat sebagai misal adalah sebagai contoh nyata dari campur tangan pemerintah untuk memberikan kesempatan kepada petani memperoleh harga yang layak atas bokar yang dihasilkan. Pasar lelang yang menganut prinsip persaingan diantara pembeli diharapkan dapat memberikan harga yang sesuai atas setiap produk yang dilelang.
Namun demikian, telah menjadi rahasia umum bahwa pasar lelang karet ternyata belum sepenuhnya mampu melepaskan petani karet dari posisi price taker dalam tataniaga karet yang dihasilkannya. Gagalnya pasar lelang karet memperbaiki sistem tataniaga karet di Provinsi Jambi terutama disebabkan oleh adanya praktek olygopsoni pada pasar lelang karet tersebut. Praktek olygopsoni dapat terjadi karena jumlah pabrikan pembeli bokar (7 perusahaan) relatif sedikit dibandingkan petani dan pedagang karet yang menawarkan bokar. Jumlah pembeli yang relatif sedikit tersebut menyebabkan perilaku persaingan yang diharapkan menjadi warna khas pada pasar lelang karet menjadi tidak muncul.
Pada sisi lain, perkembangan tatanan perdagangan karet alam dunia yang bergerak dengan cepat khususnya sejak ditanda-tanganinya kesepakatan tripartite antara Indonesia, Thailand dan Malaysia di Bali pada Tahun 2002 membuka peluang baru bagi petani karet untuk memperoleh pendapatan yang lebih baik dari usahatani karet alam. Kesepakatan tripartite yang pada hakekatnya adalah mengurangi kuantitas penawaran karet alam dipasar dunia telah berhasil menginisiasi kenaikan harga karet alam dari US $ 0,65 pada tahun 2002 hingga berada pada kisaran US $. 2.2 per kilogram pada akhir bulan Mei tahun 2006 di pasar komoditi Singapura. Kenaikan harga karet dipasar luar negeri yang sangat signifikan tersebut secara nyata juga berimbas pada kenaikan harga karet yang diterima petani produsen di pasar dalam negeri.
Sinyal peluang perbaikan harga karet alam ditingkat petani juga diberikan oleh Industri karet remah terbesar yang menguasai setidaknya 50% dari total pangsa pasar bokar di Provinsi Jambi. Hasil pra-survei menunjukkan bahwa industri tersebut membuka peluang baru untuk memperpendek saluran pemasaran bokar dengan mengikat kerjasama pemasaran dengan kelompok tani di Provinsi Jambi. Hasil temuan sementara menunjukkan bahwa pola kemitraan tersebut ternyata mampu memberikan harga yang lebih baik kepada petani anggota koperasi dengan harga rata-rata Rp.8.000 per kg bokar pada bulan Maret 2006. Sementara pada waktu yang sama, harga yang terjadi ditingkat petani berkisar antara Rp. 6.800 sampai dengan Rp. 7.000 per kg (kasus pada petani di desa Tuo Ilir Kabupaten Tebo).
Peluang pasar bokar yang dihasilkan petani juga semakin besar dengan sistem pemasaran karet yang dianut oleh umumnya eksportir karet di dalam negeri, yaitu future market. Dengan sistem seperti ini eksportir, yang umumnya juga adalah industri karet remah, melakukan kontrak perdagangan dengan konsumen di pasar luar negeri dalam jangka waktu 3 sampai 6 bulan. Akibat langsung dari sistem perdagangan tersebut adalah timbulnya suatu keharusan bagi PT Jambi Waras dan eksportir karet lainnya untuk menyediakan stok minimal guna menjamin kelancaran pasokan sesuai dengan kontrak yang telah disepakati. Pemahaman implisit dari penomena ini adalah munculnya perilaku persaingan diantara eksportir karet alam untuk memperoleh bahan baku karet alam yang pada gilirannya akan dapat meningkatkan harga karet ditingkat petani.
Peluang lain yang dapat memperbaiki penerimaan petani karet di Provinsi Jambi adalah perilaku industri yang selalu berupaya meningkatkan efisiensi proses produksi yang dilakukan oleh industri karet remah serta penghargaan terhadap kualitas yang semakin meningkat. Industri karet remah pada dasarnya lebih menyukai bahan baku bokar yang berkualitas baik yang bersih dari kotoran sebab dengan demikian perusahaan akan dapat mengurangi biaya produksi yang harus dikeluarkan yang pada gilirannya juga diharapkan dapat berdampak pada kenaikan harga karet di tingkat petani. Pemahaman yang sama antara industri karet remah dan petani mengenai hal tersebut dapat mewujudkan keinginan industri karet remah untuk dapat melakukan efisiensi pada proses produksi yang dilakukan. Pemahaman tersebut akan dapat diwujudkan melalui kerjasama yang baik antara petani produsen dengan industri karet remah sebagaimana yang dilakukan oleh PT Jambi Waras dengan koperasi Sinar Maju Kecamatan Sebapo Kabupaten Batanghari.
Peluang-peluang pasar seperti diuraikan diatas sampai saat ini belum dapat dimanfaatkan oleh sebagian besar petani. Panjangnya rantai pemasaran, terutama ditemukan pada petani atau buruh tani yang memiliki produksi yang relatif kecil. Dalam hal ini, sebagian besar petani menjual produksinya kepada pedagang pengumpul desa yang selanjutnya bergerak melalui beberapa lembaga pedagang perantara untuk sampai kepada industri pengolahan. Dengan panjangnya rantai pemasaran ini maka margin pemasaran akan makin besar dan bagian harga yang diterima petani (farmer’s share) menjadi makin kecil.
Fenomena lain yang cukup unik ditemukan dalam pemasaran bokar adalah adanya keterikatan yang kuat antara petani dengan pengijon (tengkulak). Umumnya pemilik kebun karet yang cukup luas dan memperkerjakan beberapa buruh sadap dengan sistem bagi hasil bertindak sebagai pedagang pengumpul tingkat desa. Disamping itu, mereka juga memiliki usaha sampingan yang menyediakan segala kebutuhan buruh sadap dan petani karet lainnya, mulai dari kebutuhan keluarga sehari-hari hingga kebutuhan sekunder dan bahkan tersier dengan sistem ijon. Dalam prakteknya, tidak ada prosedur dan persyaratan baku dalam hal peminjaman atau hutang oleh petani kepada pengijon, akan tetapi pengijon akan lebih leluasa memberikan pinjaman atau hutang kepada petani yang memiliki kebun atau buruh sadap yang bekerja pada mereka.
Keberadaan pengijon bagi petani kecil (buruh tani) merupakan “dewa penyelamat” yang sewaktu-waktu dapat memberikan bantuan modal atau kebutuhan keluarga lainnya yang mendesak tanpa melalui prosedur yang berbelit dan bahkan dengan empati yang tinggi melalui pendekatan kekeluargaan. Dengan adanya rasa “hutang budi” ini maka petani cenderung terikat secara moral sehingga dalam transaksi pemasaran bokar, petani tidak memiliki kekuatan tawar dan oleh karena itu selalu menjadi price taker.
Disamping fenomena diatas, permasalahan lain yang ditemukan dalam pemasaran karet rakyat adalah tidak transparannya penetapan harga bokar ditingkat petani. Hal ini disebabkan oleh lemahnya posisi tawar petani akibat ketidakmampuan petani memahami cara penghitungan harga bokar berdasarkan kadar karet kering (KKK) dan kadar kotoran. Akibatnya harga bokar cenderung ditetapkan sepihak oleh pembeli tanpa menjelaskan dasar penetapan harga. Hal ini tidak terlepas dari perilaku petani yang tidak dapat menghasilkan bokar dengan kualitas yang relatif lebih baik. Fenomena yang terjadi saat ini adalah bahwa petani mencampurkan tatal (kulit kayu yang terkupas pasa saat penyadapan) dan benda-benda asing lainnya (tanah, ranting, gadung) ke dalam bokar yang dihasilkan.
Permasalahan lain yang juga perlu mendapat perhatian serius dalam pemasaran karet rakyat adalah adanya praktek olygopsoni (dalam bahasa awam sering disebut sebagai sistem arisan) oleh industri karet remah pada pasar lelang. Hal ini dimungkinkan karena adanya kekuatan yang mengarah kepada terbentuknya “kartel” pada industri pengolahan yang pada saat ini berjumlah 7 perusahaan yang berproduksi, sehingga pada dasarnya tidak terjadi kompetisi antar pembeli.
Kondisi ini tentunya tidak dapat dibiarkan apabila pemerintah daerah ingin mengembalikan kejayaan karet di Provinsi Jambi karena kejayaan tersebut hanya akan dapat diwujudkan apabila petani sebagai produsen karet sejahtera atau sekurang-kurangnya memperoleh pendapatan yang layak untuk kehidupan keluarganya. Sehubungan dengan itu, untuk mendapatkan solusi yang tepat terhadap permasalahan diatas perlu dilakukan suatu kajian yang komprehensif mengenai sistem pemasaran karet rakyat di Provinsi Jambi.
TUGAS SELANJUTNYA: SUSUNLAH LATAR BELAKANG RENCANA PENELITIAN