EKONOMI SIRKULAR
Disarikan dari tulisan: Vesna Lavtizar, Rannveig Edda Hjaltadottir, Dolores Modic, and Mark Elder. sdg.iisd.org
Ekonomi Sirkular (ES) dikenal luas sebagai model ekonomi baru yang bertujuan untuk mempertahankan nilai bahan, suku cadang, dan produk selama mungkin, meminimalkan ekstraksi dan penggunaan sumber daya alam dan timbulan limbah dengan menggunakan strategi desain yang memperlambat aliran sumber daya, menutup lingkaran antara produksi dan pasca penggunaan, dan meningkatkan efisiensi sumber daya. Namun, meskipun terdapat keharusan untuk beralih dari model linier “ambil-buat-sampah” yang tidak berkelanjutan, tindakan nyata ES sebagian besar bersifat inkremental.nilai tambah.
Contoh yang umum adalah aktivitas daur ulang (Rs). Aktivitas Rs umumnya mempunyai dampak yang lebih signifikan. Penggunaan kembali, perbaikan, dan pembuatan ulang biasanya mempertahankan nilai lebih, dan pengurangan adalah hal yang paling penting.
Transisi keberlanjutan memerlukan perubahan sistemik yang transformatif, beralih dari produksi massal dan konsumsi menuju dematerialisasi proses produksi dan memaksimalkan nilai dan masa pakai yang panjang dari bahan baku dan produk. Kepemimpinan yang berani diperlukan untuk bergerak menuju sistem ekonomi dan sosial baru yang memisahkan kemakmuran dan kesejahteraan ekonomi dari konsumsi sumber daya dan degradasi lingkungan, sebagaimana diserukan dalam target SDG 8.4. Kebijakan dan peraturan transformatif yang diikuti dengan tindakan diperlukan untuk mendorong pengembangan ES yang lebih holistik, berdampak, dan transformatif pada skala global.
Berbagai Definisi Ekonomi Sirkular
Sebuah studi menemukan 221 definisi CE yang mencakup penerapannya bagi para praktisi, kontribusi terhadap pilar keberlanjutan lingkungan dan sosial, dan penggambaran konseptual ES dalam kaitannya dengan keberlanjutan. Definisi ruang lingkup ES sangat beragam, mulai dari strategi pengelolaan sampah hingga paradigma ekonomi baru. Karena terlalu luas definisi dan ruang linglkup ES, maka menyebabkan kurangnya kejelasan konseptual dan kebingungan mengenai tujuan, strategi, dan prioritas ES, yang mengakibatkan kurangnya kohesi tindakan untuk memajukan ES. Perbedaan persepsi antar pemangku kepentingan dan negara juga terjadi dan ini menghambat kemajuan.
SE dikembangkan dalam tiga fase. CE 1.0 (1970-1990) menekankan pengelolaan sampah dan konsep ‘reduce, reuse, recycle’ (3R). Pada SE 2.0 (1990an-2010), muncul pemikiran siklus hidup dan disain strategi untuk perbaikan lingkungan. SE 3.0 berpusat pada konsep retensi nilai, dengan fokus pada meminimalkan masukan sumber daya, memperluas penggunaan kembali, memperluas cakupan sistem, dan melibatkan lebih banyak pemangku kepentingan. Para peneliti telah mengusulkan tipologi 10R hierarki: R0 (menolak); R1 (mengurangi); R2 (menggunakan kembali); R3 (perbaikan); R4 (memperbarui); R5 (rekondisi); R6 (tujuan ulang); R7 (daur ulang); R8 (pulih); dan R9 (menambang ulang).
Mengurangi: Prinsip yang Diabaikan
Prinsip mengurangi produksi dan konsumsi adalah prinsip R yang paling efektif, namun prinsip ini paling tidak populer dalam kebijakan pemerintah dan literatur akademis karena dianggap mempunyai dampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi serta keuntungan dunia usaha. Beberapa pelaku ekonomi dan kelompok masyarakat akar rumput berusaha mendorong ekonomi alternatif. Perekonomian alternatif bertujuan untuk mengurangi konsumsi melalui perubahan sikap dengan menawarkan akses terhadap produk tanpa kepemilikan. Contohnya termasuk perpustakaan barang, berbagi barang, berbagi tumpangan, dan toko gratis.
Mempromosikan Solusi yang Dangkal Bukan Solusi yang Transformatif
Terlepas dari beberapa strategi terdepan, sebagian besar pemerintah dan dunia usaha menggunakan strategi jangka pendek, nyaman, ringan, dan bertahap, dengan dampak manfaat yang hampir tidak terlihat. Berbagai alternatif telah dihadirkan sebagai solusi berkelanjutan, namun banyak diantaranya yang masih dipertanyakan baik dari sudut pandang lingkungan maupun siklus hidup. Misalnya, membatasi penggunaan plastik sekali pakai, terdapat kecenderungan untuk menggunakan bahan pengganti seperti polimer berbasis bahan hidup, yang sebagian besar berasal dari tanaman yang dapat dimakan. Terkadang barang-barang yang dibuat dari bahan-bahan alternatif ini secara tidak tepat dikategorikan sebagai “hijau” atau “lestari”. ES kadang menjadi bagian dari pemasaran, yang memunculkan greenwashing/terminologi hijau.
Kendaraan listrik adalah pendekatan dangkal lainnya yang tidak mengurangi keseluruhan permintaan kendaraan transportasi individu. Mobilitas tingkat tinggi dapat dipertahankan dengan memperluas transportasi umum dan memperkenalkan platform berbagi mobil. Untuk meningkatkan kinerja lingkungan kendaraan yang ada, peraturan harus diberlakukan untuk memungkinkan konversi mesin pembakaran internal menjadi mesin listrik. Perancis baru-baru ini mengadopsi kebijakan ini. Contoh ketiga adalah penekanan pada produksi lebih banyak energi terbarukan, dibandingkan menurunkan permintaan energi. Selain itu, teknologi energi terbarukan sangat bergantung pada berbagai bahan baku yang merusak lingkungan. Solusi yang mengurangi masukan energi dan material, seperti desain bangunan yang pasif, dan mengurangi permintaan energi dengan mengadopsi praktik ES yang memaksimalkan retensi nilai material dan barang harus diprioritaskan.
Mengabaikan Perlunya Perubahan yang Sistemik dan Tranformatif
Kebutuhan akan perubahan sistematis dan transformatif untuk keluar dari model ekonomi linear sudah dipahami secara luas. Namun, urgensi untuk melakukan tindakan ke arah itu masih kurang. Selain itu, komunitas riset juga mempromosikan definisi yang sempit dan berfokus pada pertanyaan penelitian yang sempit dan inkremental dengan menggunakan istilah-istilah terkini dibandingkan mempertimbangkan bagaimana mempercepat transformasi. Kesadaran mengenai dampak kelangkaan sumber daya dan ekonomi linier terhadap perubahan iklim dan lingkungan juga masih kurang. Ekstraksi dan pengolahan sumber daya alam diperkirakan menyumbang setengah dari seluruh emisi gas rumah kaca (GRK) dan 90% hilangnya keanekaragaman hayati terestrial. Ekstraksi dan konsumsi sumber daya alam dalam skala besar berkontribusi terhadap eksploitasi manusia, ketidakadilan sosial, dan konflik geopolitik. Kelangkaan sumber daya, polusi, dan perubahan iklim menyebabkan keputusasaan dan migrasi massal. Mengingat besarnya skala permasalahan keberlanjutan global, solusi “sirkular” yang ada saat ini hanya mempunyai dampak yang kecil.
Sebaliknya, kita perlu menemukan cara untuk hidup sesuai dengan keterbatasan yang ada di bumi sambil memenuhi kebutuhan masyarakat dan mendefinisikan kembali kesejahteraan daripada mengejar pertumbuhan berkelanjutan yang tidak dapat dicapai. Produk sekali pakai bukanlah penggunaan bahan atau energi secara optimal. Kita menghasilkan pangan yang lebih dari cukup untuk memberi makan dunia jika kita berhenti menyia-nyiakan lebih dari sepertiga pangan yang diproduksi secara global, dan kita memiliki kekayaan yang cukup untuk menopang seluruh populasi. Singkatnya, kita sering kali fokus pada penyelesaian masing-masing elemen permasalahan dan menghindari pandangan yang lebih luas, sehingga mencegah sistem ekonomi berubah menjadi aliran sirkular yang berkelanjutan.
Salah satu alasan mengapa kebutuhan akan perubahan sistematis dan transformatif diabaikan adalah kurangnya perhatian terhadap wawasan dari sistem. Penelitian berdasarkan sistem dapat membantu pembuat kebijakan untuk mengadopsi kebijakan yang lebih progresif dan transformatif. Namun, mengingat semakin cepatnya menipisnya sumber daya yang menopang perekonomian kita, menunggu lebih banyak penelitian bukanlah alasan untuk menunda tindakan yang lebih progresif.
Jalan ke Depan
Ketidakberlanjutan model ekonomi linier saat ini telah dipahami secara luas. Namun, pemahaman dan penerapan ES saat ini masih terlalu bertahap dan kurang transformatif. Perubahan sistemik yang transformatif diperlukan, dimulai dengan mendefinisikan kembali kualitas hidup dan memisahkannya dari konsumsi material, serta menempatkan keberlanjutan sosial sebagai inti dari transformasi ES. Dibutuhkan tindakan kolektif dan kepemimpinan yang berani untuk mengimpelemtasikan ES.