FIELD NOTE FGD MUARO JAMBI

Peserta FGD: Dini Madesrumaida, Zulkarnain, Lukman Arif, Sukron M, P. Sitorus, Dedi D, Tri Kuntoro, Edison, Maryanto, Tarmudi, Tim Peneliti.
Tempat FGD: Ruang Rapat Senat Faperta UNJA
Senin, 22 April 2019

CATATAN FGD:

  • FGD, merupakan rangkaian pengumpulan data yang saat ini difokuskan kepada peremajaan kelapa sawit. Data primer telah dikumpulkan dari 640 responden, pada 8 kabupaten di provinsi Jambi.
  • Tri Kuntoro dari Marga Mulya menegaskan bahwa secara umum Marga Mulya (Unit 2) ditempati oleh petani pada tahun 1986. Petani saat ini relatif tidak melakukan peremajaan kelapa sawit tidak secara kolektif karena beberapa hal: Pertama, ada petani yang hanya memiliki kebun kelapa sawit hanya seluas 1 kapling ( 2 ha), sehingga merasa khawatir melakukan peremajaan karena terkait terputusnya sumber penghasilan keluarga ketika tanakan kelapa sawit mereka ditumbang. Kedua, ada juga warga yang mempunyai pinjaman di bank, menggadaikan sertifikat mereka dan mereka masih mempunyai tanggungan pelunasan utang pinjaman. Jika tanaman kelapa sawit ditumbang, maka tidak ada lagi sumber uang untuk melunasi pinjaman.
  • Hal lain yang mengemuka terkait dengan sumber penghasilan baru bagi petani yang melakukan peremajaan kelapa sawit adalah masalah jarak kebun dari rumah dan kekhawatiran terhadap hama. Jikapun ada alternatif diversifikasi dengan tanaman pangan pada masa awal penanaman tanaman kelapa sawit baru, akan tetapi jarak kebun dari rumah relatif jauh, sekitar 5 km dan kondisi ini menyebabkan relatif sulitnya melakukan pengontrolan terhadap tanaman yang diusahakan. Selain itu hama terkait dengan tanaman pangan yang akan diusahakan relatif banyak dan sulit dikendalikan.
  • Saran diversifikasi tanaman yang memungkinkan adalah diversifikasi tanaman kelapa sawit dengan tanaman obat-obatan seperti serai merah. Selain itu perlu dicarikan jalan keluar untuk pemasaran produkĀ  dengan membuat jembatan kerjasama dengan pengusaha obat dan rempah seperti pengusaha minyak gosok cap Angso Duo (Alumni Faperta UNJ, Angkatan tahun 90).
  • Informasi lain dari Pak Maryanto, bahwa tanaman kelapa sawit sudah dapat mensejahterakan petani kelapa sawit. Tahun 2006, beliau sudah dapat menunaikan ibadah haji, yang uangnya bersumber dari hasil panen tanaman kelapa sawit. Menurutnya, jika petani kelapa sawit mempunyai manajemen yang baik, maka kegiatan replanting akan dapat dijalankan dengan lebih baik. Kegiatan replanting, bisa dilaksanakan secara kerjasama dengan pihak perusahaan dan bisa pula dilakukan oleh petani sendiri. Jika bekerja sama dengan perusahaan, maka pembinaan manajemen secara terus menerus perlu dilakukan oleh perusahaan, syarat-syarat pembangunan kebun secara teknis terpenuhi serta ada jaminan harga dari TBS yang dipanen.
  • Gagasan tanaman sela yang lain, dikemukakan oleh Bapak Tarmudi. Menurutnya tanaman sela jagung dan padi dapat diintrodusir kepada petani. Selain itu perlu juga diintrodusir penggaduhan sapi, dalam skema integrated farming. Jika tanaman jagung atau padi di panen, maka sisa panen dapat menjadi pakan bagi tanaman sapi dan kotoran sapi bisa dijadikan input bagi tanaman jagung dan padi dalam bentuk kompos.
  • Kritik yang dilontarkan oleh Bapak Sitorus, adalah bahwa dalam perencanaan proyek-proyek pemerintah sudah sangat bagus, akan tetapi dalam pelaksanannya kurang baik. Buktinya tanaman kelapa sawitnya sudah delapan bulan di tumbang, akan tetapi sampai hari ini kebunnya belum juga dilakukan penanaman.
  • Klarifikasi yang dikemukakan oleh Bapak Maryanto terhadap permasalahan yang dikemukakan oleh Bapak Sitorus adalah bahwa: Ada keterlambatan turunnya dana; Kontraktor bekerja juga kurang profesional; Jaminan bank oleh pihak BRI belum ada kejelasan.
  • Saran yang mengemuka terkait dengan bantuan bibit tanaman pangan dari peserta FGD adalah bahwa mereka meminta edukasi yang komprehensif dan dampingan yang tidak hanya dari sisi produksi, akan tetapi dampingan juga dibutuhkan untuk pemasaran produk yang mereka hasilkan.
  • Informasi yang kmprehensif tentang replanting tanaman kelapa sawit juga disampaikan oleh Bpk. Sukron. Menurutnya, replanting kelapa sawit seharusnya dilaksanakan tahun 2010 sampai 2012, melalui dana revitalisasi perkebunan. Saat itu permohonan dana dilakukan atas bantuan pihak PTP VI. Akan tetapi penjelasan dari BI, jika etani punya piutang, maka petani tidak bisa mendapatkan dana revitalisasi perkebunan. Akhirnya teman-teman petani banyak yang mengundurkan diri dari calon peserta replanting. Setelah itu Dinas Perkebunan menyarankan agar petani mengajukan permohonan untuk mendapatkan bibit subsidi agar para petani dapat melakukan replanting tanaman kelapa sawit mereka, dan saran disbun ini belum dilaksanakan.
  • Metode replanting yang dilakukan sekarang adalah secara swakelola. Petani menumbang pohon, petani melubang dan petani yang melakukan penanaman kelapa sawit. Persoalan bibit (kontraktornya Pak Robin) selain waktu kedatangan bibitnya tidak tepat waktu, besarnya bibit (bibit siap tanam) juga tidak sesuai dengan perkiraan.
  • Indikator keberhasilan replanting, menurut peserta FGD: masyarakat bisa replanting sendiri maupun dengan skema kemitraan dengan perusahaan; tidak ada rasa kecewa dan aman; secara kolektif bisa dilaksanakan oleh petani; tidak ada permasalahan tata batas kebun.

20190422_093238

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *