Project Based Learning

Disarikan dari The Lerning Sciences. Editted By R. KeithSawyer, 2014.
Peserta didik, hidup di abad ke-21, yang saat ini mengalami terobosan ilmiah dan teknologi yang dramatis. Para peserta disik juga menghadapi masalah sosial dan global yang hanya dapat diselesaikan dengan literasi sains dan teknologi yang meluas. Sementara itu banyak sistem pendidikan di seluruh dunia gagal meluluskan peserta didik seperti yang diharapkan(OECD, 2007). Oleh karena itu kita perlu mengubah cara kita mendidik peserta didik secara dramatis.
Penelitian menemukan bahwa tenaga pengajar banyak mengajarkan pengetahuan superfisial daripada pengetahuan terpadu yang memungkinkan peserta didik menggunakan pemahaman mereka untuk memecahkan masalah, membuat keputusan, dan mempelajari ide-ide baru. Berdasarkan penelitian ini, banyak ilmuwan pembelajaran mengembangkan jenis kurikulum baru dengan tujuan meningkatkan keterlibatan peserta didik dan membantu mereka mengembangkan pemahaman yang lebih dalam tentang ide-ide penting. Pembelajaran berbasis proyek (PBL) memungkinkan peserta didik untuk belajar dengan melakukan, menerapkan ide, dan memecahkan masalah. Dengan demikian, peserta didik terlibat dalam kegiatan dunia nyata yang mirip dengan para ilmuwan profesional.
PBL adalah suatu bentuk pembelajaran situasional (Greeno & Engeström, Bab 7, volume ini; Lave & Wenger, 1991) dan didasarkan pada temuan konstruktivis bahwa peserta didik memperoleh pemahaman materi yang lebih dalam ketika mereka secara aktif membangun pemahaman mereka dengan bekerja dengan dan menggunakan ide-ide dalam konteks dunia nyata. Peneliti menunjukkan bahwa peserta didik tidak dapat mempelajari konten disipliner tanpa terlibat dalam praktik disipliner, dan mereka tidak dapat mempelajari praktik ini tanpa mempelajari kontennya, dan ini adalah premis dasar yang mendasari pembelajaran situasional. Sayangnya, terlalu banyak ruang kelas yang memisahkan isi disiplin dari praktek (Brown, Collins, & Duguid, 1989). Untuk membentuk pemahaman yang dapat digunakan, mengetahui dan melakukan tidak dapat dipisahkan, melainkan harus dipelajari dengan cara gabungan yang memungkinkan pemecahan masalah, pengambilan keputusan, menjelaskan fenomena dunia nyata, dan menghubungkan ide-ide baru.
Dalam PBL, peserta didik dimungkinkan untuk menyelidiki pertanyaan, mengajukan hipotesis dan penjelasan, memperdebatkan ide mereka, menantang ide orang lain, dan mencoba ide baru.
PBL memiliki 6 (enam) fitur utama:
1. Mereka mulai dengan pertanyaan pendorong, masalah yang harus dipecahkan.
2. Mereka fokus pada tujuan pembelajaran bahwa peserta didik diminta untuk menunjukkan penguasaan pada standar dan penilaian sains utama.
3. Peserta didik mengeksplorasi pertanyaan pendorong dengan berpartisipasi dalam praktik ilmiah – proses pemecahan masalah yang merupakan pusat kinerja ahli dalam disiplin.
4. Peserta didik, guru, dan anggota masyarakat terlibat dalam kegiatan kolaboratif untuk menemukan solusi dari pertanyaan pendorong. Ini mencerminkan situasi sosial yang kompleks dari pemecahan masalah.
5. Saat terlibat dalam praktik sains, peserta didik dirangkai dengan teknologi pembelajaran yang membantu mereka berpartisipasi dalam aktivitas yang biasanya di luar kemampuan mereka.
6. Peserta didik membuat satu set produk nyata yang menjawab pertanyaan pendorong.
Landasan PBL
Akar PBL, adalah pemikiran filsuf John Dewey (1959). Dewey berpendapat bahwa peserta didik akan mengembangkan investasi pribadi dalam materi jika mereka terlibat dalam tugas dan masalah yang nyata dan bermakna yang meniru apa yang dilakukan para ahli dalam situasi dunia nyata. Gagasan ini kemudian dikembangkan hingga menghasilkan empat gagasan utama yang muncul dari ilmu pembelajaran: (1) konstruksi aktif, (2) pembelajaran situasional, (3) interaksi sosial, dan (4) alat kognitif.
Kontruksi Aktif
Penelitian ilmu pembelajaran menemukan bahwa pemahaman yang mendalam terjadi ketika pembelajar secara aktif membangun makna berdasarkan pengalaman dan interaksi mereka di dunia nyata dan bahwa hanya pembelajaran superfisial yang terjadi ketika pembelajar secara pasif menerima informasi yang dikirimkan dari guru, komputer, atau buku. Perkembangan pemahaman adalah proses perkembangan berkelanjutan yang menuntut peserta didik untuk membangun dan merekonstruksi apa yang mereka ketahui dari pengalaman dan ide baru dan dari pengetahuan dan pengalaman sebelumnya. Tenaga Pengajar dan materi tidak mengungkapkan pengetahuan kepada peserta didik; sebaliknya, pembelajar secara aktif membangun pengetahuan saat mereka menjelajahi dunia sekitarnya, mengamati dan berinteraksi dengan fenomena, menerima ide-ide baru, membuat hubungan antara ide-ide baru dan lama, serta berdiskusi dan berinteraksi dengan orang lain.
Pembelajaran Situasional
Peneliti ilmu pembelajaran menunjukkan bahwa pembelajaran yang paling efektif terjadi ketika pembelajaran terletak dalam konteks dunia nyata yang otentik. Peserta didik akan dilibatkan mendalami fenomena saat mereka mengambil bagian dalam berbagai praktik ilmiah seperti merancang penyelidikan, membuat penjelasan, membuat model, dan mempresentasikan ide-ide mereka kepada orang lain. Salah satu manfaatnya adalah peserta didik dapat lebih mudah melihat nilai dan makna dari tugas dan aktivitas yang mereka lakukan dibanding peserta didik melakukan kegiatan sains dengan mengikuti langkah-langkah terperinci dalam buku teks, itu hampir tidak lebih baik daripada mendengarkan ceramah secara pasif. Oleh karena itu sulit bagi peserta didik untuk melihat makna dari apa yang mereka lakukan. Tetapi ketika mereka membuat penyelidikan sendiri yang dirancang untuk menjawab pertanyaan yang mereka bantu rangkai dan penting bagi mereka dan komunitas mereka, mereka dapat melihat bagaimana sains dapat diterapkan untuk memecahkan masalah penting. Dalam situasi seperti ini, peserta didik mengembangkan pemahaman terpadu di mana ide-ide saling terhubung satu sama lain.
Ketika peserta didik memperoleh informasi melalui menghafal fakta-fakta diskrit yang tidak terhubung dengan situasi penting dan bermakna, pemahaman dangkal yang dihasilkan menyulitkan peserta didik untuk menggeneralisasi situasi baru. Namun, ketika siswa memperoleh informasi dalam konteks yang bermakna dan menghubungkannya dengan pengetahuan dan pengalaman mereka sebelumnya, mereka dapat membentuk hubungan antara informasi baru dan pengetahuan sebelumnya untuk mengembangkan pemahaman konseptual yang lebih baik, lebih luas, dan lebih terhubung.
Interaksi Sosial
Hasil pembelajaran terbaik dari jenis interaksi sosial tertentu: ketika tenaga pengajar, peserta didik dan anggota masyarakat bekerja sama dalam kegiatan yang dikondisikan untuk membangun pemahaman bersama. Peserta didik mengembangkan pemahaman tentang prinsip dan ide melalui berbagi, menggunakan, dan memperdebatkan ide dengan orang lain (Blumenfeld, Marx, Krajcik, & Soloway, 1996). Berbagi, menggunakan, dan memperdebatkan ide secara bolak-balik ini membantu menciptakan komunitas pembelajar yang mendukung siswa membuat hubungan antar ide.
Alat Kognitif
Penelitian ilmu pembelajaran telah menunjukkan pentingnya perangkat kognitif dalam pembelajaran.Grafik adalah contoh alat kognitif yang membantu pelajar melihat pola dalam data. Berbagai bentuk perangkat lunak komputer dapat dianggap sebagai alat kognitif karena memungkinkan pembelajar untuk melakukan tugas yang tidak mungkin dilakukan tanpa bantuan dan dukungan perangkat lunak.
Teknologi pembelajaran ini dapat mendukung peserta didik (1) dengan mengakses dan mengumpulkan berbagai data dan informasi ilmiah; (2) dengan menyediakan alat visualisasi dan analisis data yang serupa dengan yang digunakan para ilmuwan; (3) dengan mengizinkan kolaborasi dan berbagi informasi di seluruh situs; (4) dengan merencanakan, membangun, dan menguji model; (5) dengan mengembangkan dokumen multimedia yang mengilustrasikan pemahaman siswa (Novak & Krajcik, 2004); dan (6) dengan memberikan kesempatan untuk berinteraksi, berbagi, dan mengkritik gagasan orang lain.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *