Sumber-Sumber Penghidupan Orang Rimba

Sumber-sumber penghidupan orang rimba relatif beragam sesuai dengan karakteristik orang rimba saat ini. Secara umum karakteristik orang rimba saat ini dapat dikelompokkan ke dalam tiga bagian. Pertama, orang rimba yang masih berada di dalam Kawasan Taman Nasional Bukit 12 atau sering di kenal dengan Orang Rimba Dalam. Kedua, orang rimba yang telah menetap, mempunyai rumah dan hidup layaknya seperti warga desa. Ketiga, orang rimba yang berkelana, membuat tempat tinggal sementara (sudung), di areal perkebunan kelapa sawit milik masyarakat desa. Kategori kedua dan ketiga ini sering disebut dengan Orang Rimba Luar.

Bagi orang rimba dalam, sumber-sumber penghidupan mereka relatif tergantung kepada sumber daya hutan dengan aktivitas dominan berburu dan meramu. Pemenuhan kebutuhan karbohidrat bersumber dari padi yang ditanam di ladang dan umbi-umbian yang juga di tanam di ladang dan yang diambil secara ekstraktif dari alam. Selain pertanian tanaman pangan, orang rimba dalam juga telah mengenal budidaya tanaman perkebunan seperti karet dan kelapa sawit.

Penghidupan orang rimba dalam sangat bergantung kepada sumberdaya hutan Taman Nasional Bukit 12 (TNBD). Kawasan hutan merupakan areal berburu binatang, menangkap ikan menggunakan tombak ataupun jaring, buah-buhan, sumber madu, umbi-umbian, yang dimanfaatkan untuk kebutuhan subsistensi. Hasil hutan non kayu dipergunakan untuk berbagai manfaat, bunga-bungaan (untuk ritual), rotan, getah-getahan, dan damar (Agatis damara warb) untuk tujuan komersil serta berapa jenis pohon untuk tujuan khusus, seperti pohon tenggeris, situbung anak serta pohon sialang. Lebih lanjut kawasan hutan dapat menyediakan sumber-sumber pangan yang lebih bervariasi, masih tersedia hutan untuk dibuka sebagai lahan pertanian tanaman pangan dan dengan demikian orang rimba dalam dapat memproduksi makanan untuk kebutuhan subsistensi mereka.

Bagi orang rimba luar yang sudah menetap (berdiom), sumber-sumber penghidupan mereka sudah layaknya seperti orang desa atau warga transmigrasi. Sumber-sumber pangan di daerah sekitar permukiman relatif telah demikian berkurang. Orang rimba luar yang telah bermukim telah pula mengembangkan komiditi komersial karet dan kelapa sawit secara luas sebagai sumber pendapatan. Disamping budidaya karet dan kelapa sawit, perburuan masih bisa dilakukan di lahan perkebunan sawit dan kontribusi pendapatan secara kecil-kecilan dari aktivitas mengumpulkan bibit karet atau bagian tertentu dari binatang yang bernilai ekonomi di pasar desa (sisik ular, kulit trenggiling, kura-kura, dan lainnya). Dengan demikian hampir semua makanan dan kebutuhan sehari-hari orang rimba luar lainya harus dibeli dengan uang.

Umumnya perkebunan karet dan kelapa sawit orang rimba luar yang sudah bermukim terdapat di dalam TNBD. Orang rimba memang diizinkan secara tidak tertulis melakukan aktivitas budidaya di dalam TNBD, karena TNBD menurut sejarahnya adalah diperuntukkan bagi orang rimba. Selain komoditi perkebunan karet dan kelapa sawit, orang rimba luar yang telah bermukim ini juga memiliki pohon buah-buahan yang tumbuh secara alami maupun telah ditanam secara generatif. Pohon buahan yang tumbuh secara alami yang dimiliki oleh orang rimba ini dikenal dengan istilah benuaron. Hasil penjualan dari buah dari benuaron ini juga merupakan sumber penghasilan untuk menopang penghidupan orang rimba luar yang sudah bermukim.

Lain halnya orang rimba luar yang berkelana, sumber penghidupan mereka relatif terbatas. Sumber pangan protein mereka sebagian besar berasal dari hasil buruan di tengah kebun sawit. Menurut orang rimba luar yang berkelana ini, hasil buruan akhir-akhir ini sudah demikian langka dan kadangkala mereka tidak mendapatkan hasil buruan meskipun telah meninggalkan keluarga beberapa hari untuk berburu. Selain babi hutan, hewan-hewan lain seperti kura-kura, trengiling, ular, juga merupakan sumber pangan protein yang penting bagi mereka, akan tetapi seperti hewan buruan babi hutan, hewan-hewan inipun dinilai oleh orang rimba luar yang berkelana sudah demikian langka.

Sebagian orang rimba luar yang berkelana mengakui bahwa mereka juga mempunyai kebun karet di dalam kawasan TNBD, namun demikian karena terbatasnya akses transportasi untuk mengangkut hasil perkebunan dari lahan mereka, akhirnya banyak orang rimba luar berkelana ini tidak memanen tanaman perkebunan mereka. Selain komoditi karet, orang rimba luar yang berkelana ini juga dapat melakukan pengambilan produksi buah dari benuaron mereka. Produksi benuaron, seperti durian, kemang, embacang, mangga, rambutan, petai, jengkol, benton, kuduk kuya, buah siu, siabuk, nangka serta duku, merupakan sumber penghidupan yang bernilai penting bagi orang rimba luar berkelana ini.

Sebagian orang rimba luar yang berkelana juga telah melakukan upaya bercocok tanam di sekitar tempat tinggal/sudung mereka. Tanaman yang dipilih pada periode pertama upaya cocok tanam adalah ubi kayu, tebu, ubi rambat, umbi sulur, keladi, pisang serta cabe rawit. Pengamatan lapang menunjukkan orang rimba luar yang berkelana memilih memaksimalkan hasil dari umbi-umbian cocok tanam dan umbi-umbian liar karena input tenaga kerjanya relatif kecil. Ubi kayu, tebu dan keladi merupakan pilihan tanaman berumur pendek yang dapat di replanting atau “panen dan tanam lagi” dengan mudah. Upaya ini memungkinkan tersedianya pangan bagi keluarga orang rimba berkelana.

Pengamatan sepintas terhadap orang rimba luar berkelana ini, terlihat bahwa penghidupan mereka sangat mengkhawatirkan. Sumber pangan dan hewan buruan  yang relatif terbatas menyebabkan mereka menjadi kelompok yang boleh dikatakan paling menderita dibanding dua kelompok orang rimba lainnya. Ketika mendatangi sudung-sudung mereka, gambaran yang terlihat adalah bahwa mereka lapar, tidak cukup kebutuhan pangan untuk keluarga dan anak-anak mereka. Seolah-olah mereka sedang melakukan strategi supplication, dengan tujuan dikasihani, mereka menampilkan diri sebagai orang yang lemah dan tergantung.

Dibalik kekhawatiran terhadap penghidupan orang rimba luar yang berkelana ini terlihat hal-hal yang kontradiktif. Satu sisi mereka mengatakan tidak cukup pangan untuk memenuhi kebutuhan mereka, tetapi di sisi lain mereka memiliki barang-barang mewah seperti kendaraan bermotor, hand phone bahkan ada jaringan listrik yang bersumber dari genset di areal sudung-sudung orang rimba. Penelusuran lebih dalam terhadap penghidupan orang rimba, diketahui bawah sumber-sumber penghidupan mereka ternyata berasal dari praktek mengambil brondolan kelapa sawit yang telah melewati rotasi panen. Umumnya aktivitas pengambilan brondol kelapa sawit ini dilakukan oleh perempuan dan anak-anaknya. Aktivitas inipun menjadi kebiasaan karena harga brondolan satu karungnya dapat mencapai Rp. 50.000/karung.

Selain memungut brondolan kelapa sawit, sumber-sumber penghidupan orang rimba luar berkelana ini adalah mengumpulkan barang bekas seperti plastik, kertas dan juga besi tua. Barang-barang bekas ini di jual ke penampung yang berdomisili di kecamatan Pauh, desa Bukit Suban, maupun di Kota Bangko. Selain aktivitas tersebut, banyak juga dijumpai orang rimba luar berkelanan ini datang ke kota seperti kota Jambi, melakukan aktivitas minta-minta. Dengan strategi supplication, menampilkan sebagai orang lemah untuk dikasihani mereka menadahkan tangan kepada orang-orang yang dianggap mereka dapat memberi bantuan uang. Pada akhirnya aktivitas meminta-minta ini telah menjadi sumber penghidupan yang penting bagi keluarga orang rimba yang berkelana.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *