Alternatif Teori Perdagangan Internasional
1. Teori Kemiripan Negara
Teori ini dikemukakan oleh Staffan Linder (1961) yang menyatakan bahwa perdagangan terjadi antar negara yang memiliki ciri serupa, terutama selera dan tingkat pendapatan. Teori ini memiliki dua asumsi: Pertama, sebuah negara mengekspor ke pasar-pasar yang bebas. Negara ini terlebih dahulu memperkenalkan produk di pasar domestik, tidak ditujukan langsung ke pasar ekspor. Pasar domestik harus besar, agar bisa mencapai skala ekonomis. Kedua, negara tersebut mengekspor ke negara lain yang selera dan tingkat pendapatannya sama.
Contoh: Adanya kenyataan bahwa volume perdagangan antara negara Uni Eropa (UE) lebih besar dari perdagangan antara UE dengan Negara Sedang Berkembang (NSB). Jadi teori ini relevan untuk menjelaskan pesatnya volume perdagangan antarsesama negara maju (UE), yang pada kenyataannya banyak dari negara tersebut saling menukar produk yang serupa.
2. Teori Skala Ekonomis
Skala ekonomis diartikan pada suatu skala produksi dimana pada titik optimalnya, produksi bisa menghasilkan biaya persatuan unit output terendah. Jika terdapat skala ekonomi, suatu perusahaan di suatu negara dapat berspesialisasi dalam suatu produksi dan mengekspornya dengan harga relatif lebih murah dari produk yang sama dari perusahaan di negara lain yang tidak memiliki skala ekonomis. Skala ekonomi berkorelasi dengan kapasitas produksi dan tingkat intensitas penggunaan faktor produksi khususnya modal. Dengan demikian maka ketersediaan faktor produksi seperti teori H-O sebagai sumber keunggulan komparatif tidak terlalu relevan dalam teori ini.
3. Teori Siklus Hidup Produk
Teori marketting tentang Siklus Hidup Produk (Product Life Cicle) dari R. Vernon (1966), dapat juga dijadikan pendekatan untuk menjelaskan terjadinya perdagangan internasional. Siklus hidup produk yang prosesnya bisa pendek dan bisa panjang, mempunyai empat tahap: pengembangan / penciptaan (inovasi), pertumbuhan, kedewasaan dan penurunan. Hipotesis PLC ini didasarkan pada asumsi bahwa rangsangan inovasi biasanya dipicu oleh ancaman dari pesaing atau peluang / kesempatan yang ada di pasar dalam negeri.
Tahap pengembangan / penciptaan atau inovasi, dicirikan oleh modal investasi yang besar dan didukung oleh keberadaan SDM dengan keahlian teknologi / teknis. Karena tahap ini membutuhkan modal yang besar dan kualitas SDM yang terampil, maka umumnya hanya industri negara maju yang dapat melakukannya. Selain itu pendapatan rata-rata negara maju lebih tinggi dari NSB, dan ini merupakan salah satu perangsang bagi industri dalam negeri untuk berinovasi, karena diyakini ada pasarnya.
Tahap perluasan (pertumbuhan) produksi dihadapkan pada kenyataan bahwa permintaan dalam negeri dan internasional meningkat dan oleh karena itu produk baru tersebut juga di ekspor. Awalnya diekspor ke sesama negara maju yang mempunyai pendapatan dan selera relatif sama, kemudian menuju NSB. Produksi dapat dilakukan oleh cabang perusahaan di luar negeri dan jika tidak ada perusahaan cabang, industri lain dapat memproduksi dengan mendapat lisensi. Akhirnya akan tumbuh industri di daerah yang baru yang mempunyai skala ekonomis, dengan biaya yang relatif lebih murah dan harga yang lebih rendah dari negara inovator
Tahap kedewasaan / kejenuhan pasar. Pada tahap ini terjadi perpindahan keunggulan komparatif dari negara maju ke NSB, dimana harga produk, bahan baku dan tenaga kerja lebih murah. Tahap ini juga ditandai oleh kemampuan NSB untuk mengekspor produk ke negara maju.
Tahap penurunan. Produksi di negara maju menurun karena persaingan semakin kuat dari NSB. Pada tahan ini negara maju berubah menjadi importir dan NSB berubah menjadi eksportir.
4. Teori Daya Saing Nasional / Model Diamond
Keunggulan yang dimiliki oleh suatu negara dalam perdaganan internasional dapat dibedakan atas dua: Pertama, keunggulan yang diwariskan atau sifatnya alamiah (natural advantage); Kedua keunggulan yang diciptakan (acquired advantage). Keunggulan alamiah dapat disetarakan dengan keunggulan komparative dari Teori H – O, sementara keunggulan yang harus diciptakan adalah keunggulan kompetitif.
Michael Porter menyatakan bahwa daya saing sebuah negara sangat tergantung pada kapasitas masyarakatnya untuk berinovasi dan untuk berinovasi diperlukan teknologi dan SDM yang berkualitas. Porter menegaskan bahwa ada empat variabel domestik penting yang menentukan daya saing (keunggulan kompetitif) suatu negara.
1. Kondisi faktor (Human Resources, Physical Resources, Knowledge Resources, Capital Resources, Infrastructure Resources),
2. Kondisi permintaan (Composition of home demand, Size and pattern of growth of home demand),
3. Industri terkait dan industri pendukung,
4. Strategi perusahaan, struktur organiosasi dan modal perusahaan serta kondisi persaingan di dalam negeri.
Ke empat faktor penentu daya saing ini digambarkan secara sederhana dan sering disebut Model Berlian/Diamond dari Porter.
Keempat faktor tersebut minciptakan lingkungan nasional yang mempengaruhi kinerja dan daya saing global dari suatu perusahaan di suatu negara. Perbedaan dalam faktor ini membuat mengapa suatu perusahaan/industri disuatu negara bisa berinovasi, mampu mengatasi hambatan substansial terhadap perubahan pasar dan teknologi atau lingkungan secacara umum.
Dalam hal kondisi faktor, penekanan Porter adalah penciptaan faktor produksi berkualitas tinggi, seperti SDM yang berketerampilan tinggi.
Dalam hal kondisi permintaan dalam negeri Porter menegaskan bahwa besarnya permintaan dan tuntutan mutu di dalam negeri untuk produk dan industri tertentu sangat penting bagi pengembangan kemampuan bersaing dari industri tersebut.
Dalam industri terkait dan pendukung, Porter menyatakan bahwa kemajuan dalam industri nasional dan perdagangan internasional dari negara maju maupun negara industri baru menunjukkan bahwa mereka maju karena karena didukung oleh industri terkait dan industri pendukung yang maju dan kompetitif.
Dalam hal strategi perusahaan, struktur, persaingan serta kondisi nasional menciptakan kecenderungan kuat dalam hal bagaimana lahirnya perusahaan-perusahaan dan bagaimana pola dan struktur organisasi serta pengelolaannya. Persaingan bebas antara sesama perusahaan lokal juga membuat perusahaan-perusahaan tersebut semakin kompetitif.
Ada dua faktor lain yang berpengaruh yakni peran pemerintah dan peluang. Peran pemerintah menurut Porter adalah sebagai suatu katalis dengan menciptakan kebijakan-kebijakan untuk menghindari campur tangan, memperkuat standar produk, menciptakan keamanan. Kesemua peran di atas ditujukan untuk mendorong investasi, merangsang/mendorong pelaku usaha meningkatkan efisiensi usaha serta mendorong inovasi agar tercipta daya saing industri. Inti dari paradigma Porter adalah bahwa keunggulan kompetitif suatu negara ditentukan oleh keunggulan kompetitif perusahaan-perusahaan yang ada di negara tersebut dan keunggulan kompetitif ini dapat dicapai melalui inovasi. Sekali sebuah perusahaan mempunyai keunggulan kompetitif lewat suatu inovasi, perusahaan tersebut bisa bertahan lama di pasar.
5. Model 9 Faktor dari Cho (1994)
Cho memperluas model Berlian Porter. Cho berpendapat bahwa perbedaan dalam kelompok faktor manusia, yang mencakup pekerja, wirausahawan, politisi/birokrat serta faktor fisik yang mencakup SDA yang dianugrahi, permintaan domestik, industri terkait dan pendukung serta lingkungan bnisnis merupakan penyebab utama adanya perbedaan dalam kemampuan kompetitif antarnegara. Status perekonomian suatu negara ditentukan oleh daya saing internasionalnya dan kesembilan faktor memiliki bobot yang bervariasi sejalan dengan sebuah negara beralih dari tahapan keterbelakangan menuju tahap sedang berkembang selanjutnya menuju tahap semi maju dan akhirnya menuju tahap maju.
ę Model 9 faktor ini digambarkan sebagai berikut:
Perbedaan model 9 faktor dengan model Berlian dapat dilihat pada bagian berikut: