FGD Peta Masalah dan Konflik

FGD VI

Pokok Bahasa             :  Peta Masalah dan Peta Konflik Pengelolaan Kawasan Perlindungan

Hari/Tanggal               :  Rabu / 21 Mei 2003

Jam                              :  19.30 WIB – Selesai

Tempat                        :  Balai Desa. Desa Baru Pangkalan jambu Kec. Sungai   Manau

Fasilitator                    :   Idris Sardi

Fasilitator                    :   Elwamendri

Pencatat Proses           :   Noval Jufri

Perekam Proses           :   Yesi

Peserta                         :

 

Rekaman Proses

Fasilitator membuka FGD dengan ucapan terima kasih dan dilanjutkan dedngan proses perkenalan dan asal lembaga kemudian dilanjutkan dengan penjelasan tentang maksud dan tujuan dari diskusi ini.  Para peserta yang hadir diam dan menunjukkan wajah yang serius mendengarkan penjelasan dari fasilitator.

 

Fasilitator              :  Baik bapak – bapak dan ibu diskusi kita pada malam ini mengenai permasalahan – permasalahan yang berkenaan dengan Hutan Adat, apa pun persoalan mengenai hutan adat silahkan, mari kita sama-sama diskusikan.

(fasilitator mengajak peserta mulai membicarakan tofik pembicaraan)

                              Untuk informasi awal kami ingin tahu berapa luasan hutan adat yang kita miliki

Pak Zulkarnaen     :  kalau permintaan pertama hanya 300 Ha karena kemurahan dari Bupati di Kasih 754,55 Ha.

Fasilitator              : persis 750,5 Ha ! (sambil menjelaskan dan menulis di plano) silahkan mungkin?

                              :  Baik, itu mengenai luas, kalau dulu, kalau sekarang itu, kuncinya itu kaitannya dengan ini tadi kita ingin tau juga. Diminta 250 tau dikasih 750,5 Ha, detil ada di SK nya. Dari tahun berapa itu Pak?

(Peserta saling tanya untuk kepastian kira-kira tahun berapa luasannya)

Floor                      : 1993 – 1994

Fasilitator              : Ado Sk nyo itu pak ?

Maimunah             : Ada ( dengan suara lembut )

Fasilitator              :  Siapa diantaranya yang punya SK itu ?

Kades                    :  Pak Zul !

Fasilitator              :  Kito ke rumah nanti (dengan tawa renyah)

                                 (dan diikuti tawa oleh Pak Zulkarnaen)

Tarohlah tahun 1994, semenjak tahun 1994 adalah perubahan-perubahan luas secara formal dari kawasan hutan yang ditetapkan oleh Bupati. Pak Bambang Sukowinarno, makin luas kah ?

Makin kecil kah? Kalu makin luas kenapa? Kalau makin kecil kenapa     pula ?

(Semua peserta diam seolah enggan untuk menjawab dan fasilitasator berusaha untuk memperoleh jawaban)

                              Ada apa tidak ?

Herman Ses        :  jadi diantara 750,5 Ha diantaranya ada tumpang tindih dengan TNKS, jadi sewaktu ada pertemuan di Sekolah SD 204 di undang pada waktu itu Bapak dari TNKS kawasan Bangko, pada saat itu kesimpulannya adalah Beliau hanya memegang pada SK yang tertinggi (SK Menteri) jadi TNKS SK Mentri sedangkan Hutan Adat hanya SK Bupati, jadi sementara itu hanya berhenti sebatas waktu saja.

Zulkarnaen         :  Maaf Pak sesudah rapat di SD, kami juga mengadakan pertemuan di Kantor Bappeda Bangko mengenai tumpang tindih Hutan Adat dan TNKS. Tapi itu terjadi ketegangan yang sangat mendetil sekali, sehingga salah satu dari anggota. Bappeda itu memutuskan ditunda dahulu di cari perundingan di kemudian hari (dijawab dengan semangat, dijelaskan dengan mengikuti gerakan tangan) cuman itu bae pak.

Fasilitator           :  Setelah itu tidak ada lagi ?

Zulkarnaen         :  Setelah itu tidak ada lagi perundingan.

Fasilitator           :  masih ingat waktunya itu pak ? kira-kira siapa saja yang ikut pak  Zul ?

Zulkarnaen         :  Kalau dari Desa Baru ……..

Pak Iman            :  Kepala Desa Mantan (terjadi perbincangan di antara peserta tentang siapa yang ikut )

Pak Zulkarnaen : Pagi pencairan ICDP (dengan semangat sambil memukul meja) kami rapatnya terasing-asing, desa Bukit di sano, desa baru di sano-sano.

Fasilitas              :  jadi, Pak Maakat waktu itu ikut jugo waktu itu

Zul                      :  ikut

Fasilitator           :  Pak Maakat, Pak Zul,…

Zulkarnaen         :  Pak Lizaruddin, Mulya Arfan, Maakat, saya sendiri

(sambil berfikir dan memandang ke arah peserta yang lain., lalu kembali bertanya) bendahara nyo siapa?

Floor                   :  Sabarina

Zulkarnaen         :  Sabarina

Fasilitator           :  bagaimana dengan batas-batas waktu itu Pak, mungkin ibu dak sampai ke batas, ke manjat bukit !

Bu Maimunah    :  Dak

Fasilitator           :  Saya yakin itu, waktu itu, waktu survey dengan WWF tentang batas dan segala macam.

Zulkarnean         :  saya waktu survey, saya juga tidak pernah ikut Pak! Cuma SK Bupati yang saya terima kalau tidak salah

                              Sebelah utara berbatasan dengan Sei Jernih secara alam.

                              Sebelah barat berbatasan dengan Sei Pangkalan Jambu

                              Sebelah Selatan berbatasan dengan Sei Supenin

                              Sebelah Timur berbatasan dengan Sei Pangkalan Jambu.

                              Cuman itu bae hasil dalam keputusan

Co Fasilitator        :  Pak Zulkarnain tadi mengatakan luas hutan ada 750 pokok terus tau tidak yang kenapa didalam hutan adat kita itu sehingga dia bilang tumpang tindih karena menurut informasi yang kami dapat sekitar tahun 1999 TNKS di Tapal orang.

Pak Zulkarnain      :  Yang sebenarnya permasalahan TNKS ini kami tuh juga tidak mengerti persis.  Pokoknya patok  berubah –rubah terus tiap tahun kadang disana kadang disini waktu rapat dikantor Bapeda kemaren, kami bilang orang TNKS ini tidak mau meliatkan masyarakat masyarakat desa setempat untuk memasang patok ini itulah yang menyebabkan terjadinya tumpang tindih tidak pernah diberitahu laporan kedesa kami, kalo ado kami terimo laporan kayak gitu, Cuma orang TNKS masuk pasang pato-patok, jadi kami biarin saja asal untuk dio kami dak ganggu untuk kami jangan diganggu Cuma itu saja prinsip kami.

Co. Fasilitator       :  Di dalam itulah adat kito ini Pak Zulkarnain, yang berbatasan dengan sungai jernih, pangkalan Jambu, bukit simantuk sampai sini

(sambil menunjuk kepeta yang dibuat pak kades )

                                ada tidak patok TNKS di dalam hutan adat kito ini

(Seluruh peserta bersama-sama menyatakan ada dengan antusias sehingga suasana kembali bersemangat karena hari semakin malam, banyak peserta yang mengantuk ).

dilanjutkan oleh Co fasilitator ada berapa buah?

(bersama-sama peserta kembali menyatakan banyak)

Ibu Maimunah       :  Kebetulan Pak orang TNKS datang Ibu sendirian di rumah  kalau dak salah datang satu mobil orang lima, maklum mak dak klo ngomong cerewet dak kawan, kalo baik diterimo kalo idak di buang bilang mak “P”,kalo mak dengar dari informasi bapak Cuma hutanadat dak sekian persen lagi, tapi kalo dimasukkan TNKS akan hancur hutan adat ini. Seperti apa kato bapak, tunggu 10 menit , ah sampe 10 menit “boleh TNKS dalam hutan adat, tapi peliharalah dengan masyarakat, baru dengan sebaik-baik nya kalo tidak ada hutan adat,sudah langka TNKS ini sudah musnah, karena sudah terlibat dengan hutan adat, kami percaya penuh dengan masyarakat Desa Baru, jago biaklah ado patok didalam nyo dak jadi masalah, hanya binalah , biar ada patokm , jagalah kami Cuma menjalani tugas dari atasan kami untuk pasang patok disitu , ado peta, dilihat peta, kita mengerti sedikit-sedikit peta ini disini kami pasang Buk kami sudah turun sini disini . Kalo begitu kato bapak , alhamdulillah sampai amanTNKS kalo tidak, tidak aman TNKS (pak Zul menyela, Ibai juga kena , Pak kades juga memastikan Ibai kena , Buk maimunah melanjutkan )sawah orang padang lalang juga kena tanya pak Zubir . Maaf Pak kenapa masuk desa kami tidak bertanya . Kalo kami masuk kantor bapak dak permisi itu satu kesalahan / kelemahan kami kita punya hak masing-masing didesa kepala desa, ditanggung anak buah kami yang menyelesaikan, kepala desa, bapak masuk kami dak tau, tau-tau bapak keluar melapor.

Pak Zubir              :  Kalo dirimbo ini orang desa ini yang susah payah keluar masuk. Mereka masuk tetapi mereka tidak melapor.

Kepala Desa          :  Tapi saya menanggapi soal patok TNKS dihutan adat mungkin orang sebagian TNKS mengatakan biarlah patok  TNKS dihutan adat , namun biar begitu ucapan mereka namun kami belum senang di campurkan TNKS dengan hutan adat , kami tidak mau melepaskan hutan adat dari Desa kami.

Ibu Maimunah       :  Kenapa bapak terlambat ,mei kami sudah maju kedepan , SK bapak SK mentri kanmi ada orang dari pusat, yang lebih kuat SK masyarakat kalo bapak tidak percaya , catat nama kantor dan identitasnya.

Pak Zulkarnaen     :  Dikantor Bapeda ini ado jugo dio menyerahkan dengan masyarakat bahwa TNKS itu diserahkan ke masyarakat/ dimasuk kan dalam hutan adat. Tetapi tidak boleh diganggu gugat ,ada penyerahan tapi tidak boleh diganggu gugat , sebagaimana memanfaatkan hutan adat ini yang jadi persoalan itulah ,itulah TNKS lain gunanya , hutan adat lain pula gunanya , kalo TNKS memang tidak boleh diganggu gugat.

Ibu Maimunah       :  Jangankan mo’ nebang , bawa parang panjang sajakita sudah keno.

Co Fasilitator        :  Ada kesimpulan bahwa ada ancaman dari Desa tetangga , dan adanya patok memindahkan hak walaupun secara lisan. Omongan siahkan dijaga , artinya kalu ada orang yang pintar , misal dari tetangga –tetangga desa yang lain , inikan punya negara .Ini patok tentu kita agak merasa panas kamu kah di bagi negara itu batasnya.

Pak Zulkarnaen     :  Menyatakan pernah terjadi pernah terjadi di tanggapi Co. Fasilitator  pernah.

Ini masalahnya karena sinis DBPJ mempunyai hutan adat, desa lain tidak orang itu iri ada salah satu desa yang menjadi mitra TNKS

(Fasilitator menanyakan desa mana, pak Zulkarnain tidak mau memberikan jawaban menyebabkan peserta tertawa).

Jadi mereka sudah tau status tumpang tindih, mereka pergi ke kantor TNKS, melihat reka, pernah desa mitra TNKS itu maling kayu dihutan adat kami itu pak langsung maling disitu namun macam itu pas mo ditangkap, kami mengajukan laporan ke atasan, terbukalah berjumlah tadi dak jadi mitra tadi, dak jadi mitra lagi, jadi dia mengatur pemasangan patok karena mitra tadi, jadi orang itulah menyebabkan pemasangan patok tidak sesuai dengan reka.  Apalagi kalau ado orang kehutanan disini.  Istilahnya proyek main borongan yang mudah itulah yang dipasang seperti itulah keadaan pemasangan patok aku sudah paham nian orang TNKS itu cam itu nian

(ditanggapi Co Fasilitator, pak Zulkarnain mohon maaf kalo ada orang TNKS, suasana jadi penuh tawa).

Co Fasilitator        :  Kesimpulannya kita perlu khawatir, itulah yang pernah kami nayakan di awal dari tulisan, dari 750 sekian menjadi 300 an dan tiu sudah terjadi ada orang yang paham, ini bukan milik Desa Baru Pangkalan Jambu milik negara yang berarti milik bersama.  Artinya pokok menghialngkan hak, walaupun disuruh mengurus, jadi kegelisahan kita walaupun dia tidak masalah, namun kita tidak lega seperti kata pak kades tadi, punyi kito tapi dipatok orang, halaman kita, ada pagar orang, ini tanah kito 700 sayal matok pulak, tapi saya pula bilang da’ papa tanaman, tanamlah pasti bapak bilang ngapo pulalah budi tuh, tanah aku dipatoknya ulang, pasti ganjal, suatu saat saya menjual tanah saya yang berbatasan sebelah sini masuk ke sebelah sini, batas patok, jadi ruyam, itu yang menyebabkan kita perlu tau tapal batas, maksud TNKS menyesalkan tidak masalah TNKS terjaga, artinya kita punya satu tujuan, menjaga kelestarian hutan bersama-sama tapi, tujuan lain berbeda hutan adat boleh dimanfaatkan ,TNKS tidak, disatu sisi akita asama disisi lain berbeda artinya melebihi perlu kita bicarakan kembali kemudian harii, seperti Pak Zulkarnain, Maimunah masih ada tapi kami yang muda-muda tidak tau lagi tentang sejarah itu, sejarah ibertengkar, kita dah tau nanti yang muda-muda digerakan orang yang sudah latar pokok itulah tidak ada kekuatan bagi yang muda.  Bagian TNKS kita mampu mengelola, salah satu upaya kita harus menunjukan kita mampu mengelola, sehingga sekarang yang paling tinggi.  Negara siapa yang punya da, ada negara tempat rakyat, hanya hak kita sendiri yang mungkin itu yang memperkuat kita, kalu sisa patok TNKS diluar hutan adat tata batas sesuaii dengan adat hutan, karena inilah yang bersimbah darah, berotot kawat kita mempertahankan dan mengelola generasi berikut itu mestinya kita pikir kedepan mungkin itu kedapan kita mesti berfikir, tentu tidak mudah.

Ibu Maimunah       :  Jadi pak mitra, menanyakan kepada kami, kenapa masyarakat Dusun Baru mau menanggkap kayu kami, untung saja air, itukan kayu negara.

Kenapa kami mo nangkap, kalo kau tau ini kayu negara, kenapa kau tebang, dak ado negara.

Kemudian saya katakan ’Kalau kalian mengerti itu kayu negara, mengapa kalian ambil, negara rakyat yang punya, dari rakyat baru jadi negara.  Kalian bisa jadi bos harus jadi rakyat dulu, saya tidak takut dengan kalian. (Dengan Nada yang Serius).

Pak Zulkarnaen     :  Waktu kami ke Bapeda, kami ada juga membuat peta seperti itu kami katakan kepada mereka, inilah kawasan hutan adat kami.  Inilah yang dicuri oleh mitra bapak itu, kami jadi tidak karu-karuan saja bicara dengan mereka, karena kami panas kami dihina seperti itu yang tidak enak, di tegak kami tegak juga.

(Pak Zulkarnain memberikan keterangan dengan nada suara agak keras, dan agak sedikit emosi, kemudian ibu Maimunah juga menambahkan penjelasan dengan sedikit emosi).

Ibu Maimunah       : Di belakang langgar saya di gertaknya !

Saya katakan kepada mereka kalau kalian ngerti warga negara Indonesia, kenapa kalian tidak tranparan, kenapa kalian tidak terang-terangan butuh apa, perlu apa, boleh saja asal sesuai dengan petunjuk.  Besoknya datang bosnya menemui berbicara dengan bapak saya (suami saya), kami katakan bahwa mitra bapaklah yang mencuri.  Kata orang takur karena salah, berani karena benar.

(Ada beberapa peserta yang mulai jenuh dan sudah ngantuk)

Bu Maimunah    :  Saya berperinsip, orang-orang ado yang mengambil kayu ada yang mengeluarkan, ado yang mengambil di Hutan Adat, sayo selaku orang tua bermurah hatilah untuk menanamnya, apa sebatang seorang, duo batang seorang syukur,  tigo batar syukur, bermurah hatilah basing kayu tanamlah asal kayu gedang. Kalau model paku yang ditanam mano nak gedang, kayu yang bermanfaat dan murah hatilah bagi yang masuk ke hutan adat. Supayo hutan kito utuh kembali untuk anak cucu kito. Kalau kami yang tuo, sudah mak bilang tadi sudah kami titipkan kepado generasi mudo yang sekarang, kalau kami perjuangannyo telah cukup, balek cerito mak, duku kayu tu diambil anak-anak kamilah yang mengambil, susah diberitahu, ang kalau mudik tek, sebelah kanan pangkalan jambu dak usah diambil dak encu kato nyo (sudah kebiasaan desa ada lu dan mak encu). Kenyataan di ambil pasti tibo disiko di tangkok. Malam-malam rame-rame ke rumah, jam 12 malam kito dmam, datang baju hijau, ngapo ribut disitu? Tau adik-adik saya yang memberi tangan, Irhamsyah. Rang kami yang nangkap, rangkami yang keno tangkap anak kami payah ba bapak dalam dusun baru. Ngapo bapak haji yang di Bahar, ndak bapak kala ka ambo sudah itu kelalainnyo anak ambo sendiri di tangkap…..

                              Kito mak ngomong sendiri tangan dengan tentra (suara yang keras dan tegas) ang ndak usah ikut campur dak usah ang pro. Buka tanggal baju ang tu na nanyo  bapak masih hidup (menunjuk keluar ruangan ke arah rumah beliau) mak sebatang demam…..karna tuhan…..jangan takut jangan gentar beserta kamu, aku kan mendengar omongan kamu (diam sejenak) (serius dan dengan suara yang lantang) sampai di gugahnyo pagar di tepi rumah. Ko orang banyak di luar, ado yang memegang parang, pas tibo dari situ mak ke pasar…..orang banyak berado di rumah, ini dak bektu do mak, ganti be beli minyak kami, seratus ribu cuku. Kalau ang minta ganti minyak kayu dak jai kayu temuan, berarti ang orang yang mengambil sedangkan balok tu kami lapor balok temuan, bukan hasil pencurian dari hutan adat.

Fasilitator              :  Baik mengenai Jenis kayu apa yang sudah kita manfaatkan dan kita jual misalnya untuk kepentingan mesjid, satu jenis atau beberapa jenis ?

Pak Kades             : Sebayang dengan meranti

(Jawaban ini juga sama dengan jawaban ibu Maimunah).   

(Kemudian Fasilitator meminta pendapat kepada pak Zulkarnain).

Pak Zulkarnain         :  Sebenarnya kayu yang diambil itu ada 3 macam yaitu kelukup, meranti dan sebayang, tetapi yang kami hanya dan sebanyang dan kelukup, sedangkan meranti tidak kami ambil. Tetapi jenisnya adalah meranti, karena di saomil semuanya adalah jenis meranti,  merantinya tidak kami ambil karena banyak penyakitnya

(pernyataan ini juga dibenarkan oleh pak kades).

Fasilitator              : Adakah warga yang membuka atau membuat saumil dikawasan Hutan adat kita ini pak?

Zulkarnaen            : kalau dulu ada warga yang ingin membuka saumil, tapi saya larang karena akan mengacurkan hutan adat yang kita miliki. Selain itu juga saumil bisa mencemari tanah dan sawah. Oleh karena itulah samil kita larang berdiri disini.

Fasilitator              : oke terima kasih informasi yang diberikan, berhubung waktu yang telah larut , maka kita akhiri dulu diskusi kita malam ini.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *