FGD HHUTAN ADAT BARU PANGKALAN JAMBU

 

 

Topik Diskusi      

:

Karakteristik Kawasan Perlindungan, Sejarah dan Latar Belakang Penetapan Kawasan

Hari/Tanggal

:

Jum’at/ 16 Mei 2003

Waktu

:

19.30 WIB – Selesai

Tempat 

:

Balai Desa. Desa Baru Pangkalan Jambu Kec. Sungai Manau

Fasilitator

Co Fasilitator

::

Elwamendri

Budi Setiawan

Pencatat Proses

Perekam Proses

::

Noval Jufri

Yesi

Peserta

 

 

 

No

N a m a

Utusan / Unsur Perwakilan

1

Bahrul Kaudin

Ketua LPM

2

Hermanses

Anggota BPD

3

Daharudin

Sekretaris Desa

4

Mukhtarudin

Ketua BPD

5

Zubir

Kepal Dusun

6

Zulkarnain

Datuk Mendaro Kayo

7

Nurdin

Kepala Dusun

8

Ali Bashar

Imam

9

Bustami

Kepala Dusun

10

Harun

Masyarakat

11

Eduar

Kaur Pembangunan

12

Kartina

Anggota BPD

13

Maimunah

Tokoh Perempuan

14

Ali Bahar

Tokoh Masyarakat

15

Tajudin

Kepala Desa

16

Jahari

Depati Cahyo Negoro

17

Mukmin

Pemuda

18

Idris

Pemuda

19

Manaf

Masyarakat

20

Kari Dapera

Sekretaris LPM

21

Budi

Pemuda

22

Amin

Pemuda

 

 

Proses Diskusi

Fasilitator membuka FGD dengan ucapan terima kasih dan dilanjutkan dengan proses perkenalan dan asal lembaga kemudian dilanjutkan dengan penjelasan tentang maksud dan tujuan dari diskusi ini.  Para peserta yang hadir diam dan menunjukkan wajah yang serius mendengarkan penjelasan dari fasilitator.

 

Fasilitator juga menjelaskan bahwa diskusi ini merupakan suatu bentuk pembelajaran bersama dengan masyarakat.  Tentang  segala sesuatu yang diharapkan berguna untuk kedepan.  Misalnya, perencanaan Desa kedepan dan fasilitator  juga membagi secara umum 2 hal yang penting yang akan dibahas selama beberapa kali pertemuan, pertama yang berkaitan dengan hutan adat, kedua yang berkaitan dengan desa keseluruhan.

 

Falitator kemudian mengatakan bahwa diskusi malam ini agak di persempit yaitu membahas tentang hutan adat Desa Baru Pangkalan Jambu yang dilanjutkan dengan penjelasan mengenai setatus keluasan hutan adat yang bukan milik individu, kelompok, tapi milik semua komponen yang ada di Desa Baru Pangkalan Jambu.

 

Fasilitator mempersilahkan kepada peserta untuk menikmati hidangan kemudian fasilitator mencatat di kertas plano poin-poin yang menjadi inti dari proses pembelajaran bersama ini (FGD).  Yang pertama adalah ketika falitator menuliskan poin pertama, peserta yang bernama Pak Zubir mengatakan “dak nampak yang tuo-tuo ko”  dan dijawab secara spontan oleh fasilitator dengan kalimat “dak apo dak nampak, nanti kito sebut pak, kita tulis dulu supaya jangan lupo”. Dan hampir secara bersamaan para peserta yang lain mengatakan “nampak la…..tulisan itu…”. Kemudian fasilitator melanjutkan menulis dikertas plano, sementara peserta diskusi masih sibuk berkomentar tentang nampak dak nampak tulisan dikertas plano.

 

Setelah fasilitator menuliskan poin-poin diskusi dikertas plano dan peserta sudah mulai diam.  Fasilitator kembali menjelaskan bahwa ada 4 poin yang akan dipelajari secara bersama. Pertama sejarah. Pada poin ini fasilitator mengatakan betapa penting belajar sejarah karena orang yang tidak tau masalah sejarah tidak akan menghargai betapa susahnya perjuangan kita mempertahankan hutan.  Oleh karena itu fasilitator mengajak peserta untuk belajar bersama mengenai sejarah hutan adat Desa Baru Pangkalan Jambu.

Pada saat fasilitator mencontohkan salah satu contoh sejarah yang tidak dimengerti oleh peserta, disambut dengan tawa oleh Pak Zulkarnain karena beliaulah yang mengerti sejarah tersebut.  Kemudian fasilitator  melanjutkan penjelasan poin kedua yaitu tentang ciri atau karakteristik.  Pada poin ini fasilitator lebih menekankan tentang kondisi sekarang dan bentuk pengelolaan hutan adat.  Jikalau benar hutan adat itu dikelola oleh masyarakat desa Desa Baru Pangkalan Jambu,  apakah ada aturan-aturan lazim dan pembagian-pembagian tempat yang harus dipahami oleh masyarakat? Fasilitator juga mengharapkan adanya gambaran bagaimana sistem pengelolaan kedepan.

 

Poin ketiga adalah para penggagas. Pada poin penggagas ini erat kaitannya dengan sejarah dan diharapkan pada poin sejarah dapat tergambarkan siapa penggagas dan siapa yang memiliki ide awal pembentukan hutan adat ini.

 

Poin keempat adalah potensi, fasilitator menjelaskan bahwa potensi adalah semacam sumberdaya, dan ini dibagi menjadi dua bagian yaitu tumbuhan dan hewan.  Apakah kedua potensi ini di manfaatkan atau dibiarkan?. Fasilitator kembali menekankan bahwa metode pembelajaran bersama ini merupakan curah pendapat setelah fasilitator menjelaskan definisi dari poin-poin pertemuan/diskusi (FGD).  Fasilitator mulai dari poin pertama yaitu tenrang sejarah.

 

Fasilitator       : Bila kita berbicara mengenai sejarah tidak putus dengan (penjelasan fasilitator terputus karena secara tidak sengaja tangan kiri menunjuk kearah Pak Kades dan fasilitator secara sepontan meminta maaf) Pak Kades.

Fasilitator kemudian menceritakan dua hari yang lalu bahwa beliau pernah bertanya mengenai sejarah kepada Pak Kades ( Tajudin).  Kemudian Pak Kades mengatakan agar fasilitator bertanya kepada orang yang lebih tau, karena jika terjadi salah informasi akan terjadi kekeliruan. Fasilitatorpun mulai pembicaraan mengenai sejarah, karena menurut pertimbangan fasilitator para pelaku-pelaku hutan adat sudah pada pertemuan ini.

                        Fasilitator melontarkan pertanyaan kepada peserta, sejak kapan hutan itu ditetapkan sebagai hutan adat Desa Baru Pangkalan Jambu? (fasilitator meminta pertimbangan kepada Pak Kades, kepada siapa kita harus bertanya).  Pak Kades hanya tersenyum, dan pertanyaan itu dijawab oleh Pak Kadus Zubir (Kadus Padang Lalang) bahwa Pak Zul inilah yang dapat menjawab, kemudian Pak Zul menanggapi dengan tertawa.

                           Fasilitator melanjutkan diskusi dan mengatakan walaupun Pak Maakat yang diharapkan tidak hadir, masih ada beliau (sambil menunjuk kearah Pak Zulkarnaen) yang mungkin dipikirannya masih segar. Kita dengar secara bersama dan fasilitator mempersilahkan kepada Pak Imam, Pak Zul, dan Pak Datuk untuk menjelaskan.  Kemudian fasilitator mengatakan kita ingin sebenarnya Pak Maakat juga datang , karena pada saat itu belia menjabat sebagai Kepala Desa pertama.           (pada saat fasilitator berbicara ada beberapa peserta yang berbicara sehingga menimbulkan suara agak berisik).

                           Fasilitator langsung menyela  bahwa Pak Maakat sendiri yang mengusulkan agar dapat hutan itu ditetapkan sebagai hutan adat. Sementara desa  yang  lain-lain  mungkin nanti kita bicarakan, itu dulu pak, mungkin Pak Imam ada  pandangan lain, sebagai tambahan.

 

Pak Iman       : Keuntungan dengan adanya hutan adat yang jelas yaitu pada awalnya kami kekurangan dana mendirikan masjid  dan itulah sebagai pokok dana kami.

 

Fasilitator       :  Jadi sekarang hutan itu ada banyak gunanya, bisa untuk pembangunan PLTA, Masjid dan mungkin macam-macam gunanya nanti barangkali Pak Datuk, Haji Ali Bahar, Datuk Kampung Sati bisa memberi penjelasan tentang manfaat lainnya.

 

H. A. Bahar   : Kiro-kiro manfaatnyo terhadap hutan adat itu samo dengan Pak Zul untuk anak cucu.

(ketika Pak H. Ali Bahar menjelaskan, suasana Agak ribut oleh suara anak-anak yang berada di luar Balai Desa)

 

Fasilitator       :  Makasih Pak, mungkin ado pikiran lain dari…Pak Kades, sekretaris desa (Pak Herman)

 

Herman          :  Terima kasih atas waktu yang diberikan dari apa yang dijelaskan oleh petugas Tim Keamanan Hutan Adat, yang tak kalah pentingnya manfaat Hutan Adat itu disamping yang telah disebutkan oleh teman-teman tadi pertama adalah :

§  Untuk melindungi satwa-satwa liar berdomisili di kawasan hutan, kita  tau sama tau bahwa dari dulu sudah dipikirkan bahwasannya hutan di luar hutan adat itu akan habis, karena banyak penjarah-penjarah yang datang dari luar desa sini. Jadi mungkin disitulah tempat beradaptasi, dan berdomisili binatang-binatang itu,

§  Yang keduanya, hutan itu memiliki potensi yang besar, antara lain banyaknya bahan-bahan baku untuk obat-obatan dan kayuan-kayuan  seperti damar, dan sebagainya, jadi oleh masyarakat dimanfaatkan. Sedikit banyaknya oleh masyarakat setempat untuk kepentingan kehidupan ini.

 

Fasilitator       :  Baik, itu mengenai guna, kalau dulu, kalau sekarang itu, kuncinya itu kaitannya dengan ini tadi kita ingin tau juga. Diminta 250 tau dikasih 750,5 Ha, detil ada di SK nya. Dari tahun berapa itu Pak?

(Peserta saling tanya untuk kepastian kira-kira tahun berapa luasannya)

 

Peserta Diskusi : Tahun 1993 – 1994

 

Fasilitator       : Ado Sk nyo itu pak ?

 

Maimunah     : Ada ( dengan suara lembut )

 

Fasilitator       :  Siapa diantaranya yang punya SK itu ?

 

Kades             :  Pak Zul !

 

Fasilitator       :  Kito ke rumah nanti (dengan tawa renyah dan diikuti tawa oleh Pak Zulkarnaen) Taruhlah tahun 1994, semenjak tahun 1994 adakah perubahan-perubahan luas secara formal dari kawasan hutan yang ditetapkan oleh Bupati. Pak Bambang Sukowinarno, makin luaskah ? atau makin kecil kah? Kalau makin luas kenapa? Kalau makin kecil kenapa pula ?

(Semua peserta diam seolah enggan untuk menjawab dan fasilitasator berusaha untuk memperoleh jawaban) Ada apa tidak ?

 

Herman Ses    :  Jadi diantara 750,5 Ha diantaranya ada tumpang tindih dengan TNKS, jadi sewaktu ada pertemuan di Sekolah SD 204 di undang pada waktu itu Bapak dari TNKS kawasan Bangko, pada saat itu kesimpulannya adalah Beliau hanya memegang pada SK yang tertinggi (SK Menteri) jadi TNKS SK Mentri sedangkan Hutan Adat hanya SK Bupati, jadi sementara itu hanya berhenti sebatas waktu itu saja.

 

Fasilitator       :  Apakah ada pembicaraan yang lebih lanjut ?

 

Herman Ses    :  Tidak ada pembicaraan lanjut

 

Fasilitator       :  Siapa yang ikut waktu pembicaraaan di SD ?

 

Herman Ses    :  Pak Bahrun juga ada, waktu masuk ICDP, eh sebelum ICDP Bapak-bapak ini hampir ada semua (sambil memandang ke semua peserta)

 

Fasilitator       :  Jadi setelah itu tidak ada pembicaraan lagi

 

Herman          :  Iya

 

Fasilitator       :  Jadi kami ingin mengimformasikan ……….

(tapi sebelum dilanjutkan Pak Zul langsung menyela)

 

Zulkarnaen    :  Maaf Pak sesudah rapat di SD, kami juga mengadakan pertemuan di Kantor Bappeda Bangko mengenai tumpang tindih Hutan Adat dan TNKS. Tapi itu terjadi ketegangan yang sangat mendetil sekali, sehingga salah satu dari anggota. Bappeda itu memutuskan ditunda dahulu di cari perundingan di kemudian hari (dijawab dengan semangat, dijelaskan dengan mengikuti gerakan tangan) cuman itu bae pak.

 

Fasilitator       :  Setelah itu tidak ada lagi ?

 

Zulkarnaen    :  Setelah itu tidak ada lagi perundingan.

 

Fasilitator       :  Masih ingat waktunya itu pak ? kira-kira siapa saja yang ikut pak  Zul ?

 

Zulkarnaen    :  Kalau dari Desa Baru ……..

 

Pak Imam      :  Kepala Desa Mantan (terjadi perbincangan di antara peserta tentang siapa yang ikut )

 

Zulkarnaen    :  Pagi pencairan ICDP (dengan semangat sambil memukul meja) kami rapatnya terasing-asing, Desa Bukit di sano, Desa baru di sano.

 

Fasilitator       :  Jadi, Pak Maakat waktu itu ikut jugo waktu itu?.

 

Zulkarnaen    : Ikut

 

Fasilitator       :  Pak Maakat,  Pak Zul,…siapa lagi ?

 

Zulkarnaen    :  Pak Nazaruddin, Mulya Arfan, Maakat, saya sendiri (sambil berfikir dan memandang ke arah peserta yang lain., lalu kembali bertanya) Bendahara nyo siapa?

 

Peserta Diskusi: Sabarina

 

Zulkarnaen    :  Sabarina

 

Fasilitator       :  Baik kita selesaikan mengenai sejarah Hutan Adat, artinya kita sudah mempunyai pemahaman yang sama, bahan yang sama, kesimpulan yang sama, sepertinya sampai sekarang ini belum legowo.

 

Peserta            :  (tersenyum dan menggangkukkan kepala )

 

Fasilitator       :  Ya khan,  kalau sudah legowo enak, ngorok tidur, makan enak. Ini merupakan persoalan bersama masyarakat Desa Baru Pangkalan Jambu untuk sementara begitu kesimpulan nya, salah satu apa yang kita pelajari dari sejarah.

                           Selanjutnya kita masuk mengenai yang kedua ciri dan karakteristik maksudnya kita ingin tau kondisinya sekarang (sambil berjalan menuju plano) apakah kalau sekarang bahasa kerennya tata ruang pak! Orang akan membangun harus ada rencana Tata Ruang Wilayah, kita ingin tahu kondisi yang sebenarnya Hutan Adat itu (fasilitator memandang keliling) Pak Bus lah yang dari tadi senyum-senyum be. Bagaimana kondisinya sekarang ? kita belum berbicara hutan itu digunakan untuk PLTA, belum bicara hutan itu digunakan untuk masjid, secara umum bagaimana sekarang ?,

(Pak Bus agak senyum-senyum tetapi tidak menjawab tegas )

 

Bustami          :  Saya tuh belum mengerti

 

Fasilitator       :  Belum mengerti, pertanyaannya yang belum mengerti pak ?

 

Bustami          :  Soal kondisi hutanya

 

Fasilitator       :  Oh, hutan kami seperti itulah yang pasti ada SK nya kan, dapat kan tau apa isinya, nah itu saya ingin tahu cerita itu, bagaimana ? Ibu Kartina ? apa yang ibu ketahui tentang kondisi hutan sekarang ini ? (Ibu Kartina Diam fasilitator melanjutkan pertanyaan) Bisa tahu Bu? Barangkali tidak pernah memanjat ke situ barangkali (semua peserta tertawa).

 

Zulkarnaen    :  Pak Zubirlah, karena pak zubir mungkin lebih tahu (semua peserta tertawa pelan sepertinya menyetujui pernyataan Pak Zulkarnaen)

 

Fasilitator       :  Terserah Pak, mau bahaso Padang Ambo mangaratih (semua peserta tertawa)

                           Pak Zubir pernah masuk ke situ ?

 

Zulkarnaen    : Sering Pak, bukan pernah lagi

 

Fasilitator       :  Apa barang kali begini, kita minta dulu Pak Zul ini mengambarkan Desa Baru Pangkalan Jambu, dak usah detil Pak, Hutan Adatnya ini, batasnya ini.

(seluruh peserta berkomentar di tempat duduk mereka masing-masing dan disertai derai tawa seluruh peserta).

Apapun bentuknya mari kita belajar dari situ, dak perlu ini (menunjuk ke arah peta dasarnya yang telah disiapkan) ini pada dasarnya yang diperoleh dari Dinas Kehutanan Propinsi Jambi, ini diciplak bagus-bagus, biarlah itu orang pintar-pintar yang buat, kita jugo pintar di kampung kito.

 

Zulkarnaen    :  Itu peta hutan adat Pak ?

                           (sambil menunjuk  kearah peta dasar yang ada didepan)

 

Fasilitator       :  Bukan pak !…. (disambut dengan tawa oleh beberapa orang peserta)

Ini peta dasar, dan Desa Baru Pangkalan Jambi cuman sekecik ini (sambil menunjukkan letak Desa Baru di peta dasar) yang ada di sini adalah ini Gunung Batuah, sampai ada Bukit Nagan, kemudian ada Batang Talasik, Batang Saringat, entah disini entah idak, sungai Tian, Desa Birun, Sei Birun, Sei Batu, Sei. Gemuruh (dengan menunjukkan satu persatu lokasinya di peta dasar). Ini yang menjadi dasar teman-teman yang tim pemetaan dengan warga nanti dalam membuat peta, jadi mal nya, kalau kita lari dari mal nya akan kacau balau. Nah sekarang Desa Baru Pangkalan Jambu, (sambil menulis di kertas Plano)

 

Zulkarnaen    :  Jika tadi Bapak menyuruh bawa petanya aku bawa petanya, tadi di rumah ada petanya.

 

Co Fasilitator : Itu yang dirumah pak Zul peta hutan adat ?

 

Zulkarnaen    :  Betul

 

Co Fasilitator :  Peta tata batas hutan adat yang 750,5 ha yang dibuat kawan-kawan WWF pak?

 

Zulkarnaen    : (mengangguk setuju)

 

Fasilitator       : Klop itu ya.

 

Co Fasilitator :  Tapi yang menarik yang perlu kita tahu, kenapa dulu Pak Maakat beserta tokoh yang lain  memilih itu sebagai lokasi hutan adat? Kenapa yang tidak di bukit dibelakang sini  (Sambil menunjuk tangan ke arah selatan) sebagai hutan adat.

 

Maimunah     : Situ tempatnya strategis pak dan lagi wilayah kito.

 

Kades             :  Yang keduo…..

 

Fasilitator       :  Yang keduo apo ?

 

Kades             : Mudah penjagaan dari luar

 

Co Fasilitator :  Atau karna tadi ini masih banyak, kuao, rotan, damar, kijang dan ….(lansung disela oleh bu Maimunah)

 

Maimunah     :  Nyo semuanyo masih utuh disitu pak.

 

Zubir              :  Burung-burung masih banyak disana.

 

Co Fasilitator :  Pada waktu ditetapkan itu, belum ado orang yang hendak disitu? Yang mengambil kayunyo?

 

Peserta            :  Belum

 

Kades             :  Semua hutan itu pak masih samo

 

Co Fasilitator :  Waktu itu yo

 

Kades             :  Walaupun yang dimana-mana masih sama. Waktu itu jadi kerena itulah yang paling dekat dan mudah memeliharanya.

 

Zulkarnaen    :  Dan juga kalau diambil sebelahnya itu, Sungai Pangkalan Jambu mungkin tidak mencukupi dengan areal yang dikehendaki dan juga ado tumpang tindih nya dengan Desa bukit Perentak.

 

Co Fasilitator    :        Bukit perentak ?!

 

Maimunah     :  Sedangkan itu terjadi pertengkaran dengan TNKS, kan jelas ……..

 

Co Fasilitator :  Terjadi pertengkaran  waktu itu bu ?

 

Maimunah     :  Nyo katonyo dapat sekian hektar, 200, sekian dia mau ngambil 2/3 jadi ibu jawab kalau bapak mau ngambil apo jadi gantinyo untuk kami? Ini bapak lapor  dengan bupati 750,5

Co Fasilitator :  Waktu itu dinas kehutanan tidak mau menyerahkan yang 250 ha yang kita usulkan?

 

Maimunah     :  Bukan dak endak, dio berpikir dahulu … sampai ke kehutanan tidak seperti itu dio ngomongnyo pak, seandainya bapak melaporkan wewenang bapak melampaui ke kabupaten tidak melelui camat , takut dio!

 

Co Fasilitator :  Waktu kito mau mengajukan bu yo ?!

 

Maimunah     :  Yo waktu kito mau mengajukan ado Pak Dudi di Sei  Penuh.

 

Fasilitator       :  Iyo…Dudi Rupendi saya tau itu bu

 (Bu Maimunah dan fasilitator lansung diam, kemudian pak Zul lansung menyela)

 

Zulkarnaen    :  Yang sebenarnya hutan ini ado 2 tumpang tindih

1.      PT. SELESTRA  I,  tapi turun dengan instruksi dari bupati bahwa hutan yang ada di Desa Baru yang dijadikan hutan adat diserahkan ke masyarakat maka dicabut izin dari Selestra I .

(Fasilitator menulisnya ke Plano)

2.      TNKS, yang jadi persoalan dengan TNKS dengan Selestra tidak ada persoalan lagi.

 

Co Fasilitator :  Jadi wilayah hutan adat kita ini dulu berdekatan dengan atau tumpang tindih dengan izin Selestra I

 

Zulkarnaen    :  Iyo, dengan Selestra I

(Fasilitator dan Co Fasilitator berkomentar tentang Selestra I)

 

Fasilitator       :  Kalau tadi pak Zul tidak mau menggambar sekarang tolonglah gambar pak  Zul , (sambil mendekat dengan senyum pak Zul hanya diam ditempat )  mau bulat mau apo terserah. (terdengar suara tawa maimunah)

 

Kades             :  Cubo kito, cubo-cubo be ! kalau jadi syukur, kalau dak jadi Pak Zul yang memperbaiki.

 

Co Fasilitator    :        Maksud kito itu pak gambaran bentuk peta, karno kan kini peta itu dirumah pak zul ! kami kan belum melihat peta itu.

 

Kades             :  Coret bae..

 

Co Fasilitator: Karena tadi itu saya dengar ada batas Sungai jernih, Sungai Pangkalan Jambu, Sungai Penetai, Sei Supermin nah itu yang mau kita lihat. Gambaran itu .

(pak kades mulai membuat sketsa peta  HA dikertas plano yang mengucapkan bismilah sambil sesekali terdengar tawa danm komentar dari peserta )

 

Kades             Bismilahhirohmanirohim

 

Floor               :  (tertawa semua dan nampak bersemangat)

 

Zulkarnaen    :  Bikin Sei Pangkalan Jambu dulu, cabang sungai.

(kades menulis jabu untuk menuliskan jambu dan  terdengar suara  tawa dari luar balai desa yang membaca tulisan tsb, terdengar sesekali ditunjuk dari pak Zul)

 

Kades             :  Ini, Sei jernih pak,

(Semua peserta terrtawa ketika kades menjelaskan letak dan nama tempat atau daerah yang menjadi batasan dengan Hutan Adat dan beberapa peserta berusaha untuk membantu memberikan keterangan )

Sei  Apa namanya ? tanya Kades.

 

Maimunah     :  Sungai  Supermin

 

Fasilitator       :  Itu sungai supermin jugo pak?

 

Kades             : Yo Supermin

 

Zubir              :  Simpang kanan

 

Co Fasilitator :  Duo simpang jadinyo pak.

 

Kades             :  Jadi yang berbatasan dengan Hutan Adat sebelah sini pak, Supermin yang sebelah kiri, itu saja pak.( berjalan kembali ke tempat  duduk)

 

Fasilitator       :  4  tadi !!

 

Kades             :  Ini Sei Pangkalan Jambu, Sei Jernih, Sei Ibai, ini Sei Supermin

(dengan menjukkan satu persatu daerah tersebut)     ini masih lagi pak.

(terdengar sedikit komentar dari beberapa orang peserta)

 

Fasilitator       :  Sei jambu dimana ?

 

Co Fasilitator :  Tadi saya kepadang lalang, dimana sungai yang bercabang duo itu pak?

 

Zulkarnaen    :  Sebelah mudik irigasi pak.

 

Kades             :  Disini masih

(sambil menunjuk kearah peta yang dibuat nya dari tempat duduk)

 

Zulkarnaen    :  Bapak tadi masih dimuaronyo didekat rumah Pak Zubir, tadi itulah sungainya  tapi simpangnyo diujung.

 

Kades             :  Ini irigasinyo (sambil menunjukkan irigasi dan beliau berdiri) dan disini simpangnyo disini desa padang lalang.

 

Zubir              :  Itu tali air tadi itu  (menunjukkan ke peta)

 

Co Fasilitator :  Iyo yo jadi wilayah hutan adat kito dari …tengah ini sekarang  (menunjuk ke peta)

 

Kades             :  Iyo

 

Co Fasilitator :  Berbatasan dengan Sungai Jernih atau Sungai Ibai ?

 

Zubir              :  Ulu Sei Ibai

 

Kades             :  Ulu Sei Ibai pak

 

Budi                :  Baik, Ulu Sei Ibai

 

Zulkarnaen    :  Bukit simantuk namonyo pak kalau dalam peta.

 

Fasilitator       :  Yang dimano pak zul?

 

Zulkarnaen    :  Yang dibikin ulu sei ibai tadi sudah terkurung dalam hutan adat.

 

Co Fasilitator :  Jadi sungai ibai itu ada di dalam hutan adat

 

Zulkarnaen    :  Ya pak ! di dalam hutan adat (dengan semangat)

 

Fasilitator       :  Jadi posisi gambarnya bagaimana mungkin begini, gimana pak? (Agak Bingung)

 

Kades             :  (Kembali berdiri mengambil spidol dari  Fasilitator mendekat ke plano)

 

Zulkarnaen    :  Dari Supermin itu Pak………..

 

Kades             :  Ini Sei Ibai Pak yo (dengan mengambarkan kondisinya di plano)

 

Co Fasilitator :  Sampai sini langsung turun lagi ke Sei Jambu

 

Kades             :  (seolah tak mendengar terus menggambarkan dan menjelaskan dan hampir waktu yang bersamaan di jawab oleh Pak Zulkarnaen )

 

Zulkarnaen    :  Iyo

 

Kades             :  Ini Sei Ibai simpang duo ini pak (melanjutkan gambar peta)

                            

Fasilitator       :  Iyo… Sei Ibai Simpang Duo

(Kades kembali menuliskan gambaran peta dan Fasilitator pun megangguk mengerti)

 

Zubir              :  Itu motong -motong

 

Fasilitator       :  Jadi ini bukan berbatasan dengan Sungai Ibai, yo Pak Zul ?

 

Zulkarnaen    :  Dak,  bukan

 

Fasilitator       :  Bukit Simantuk. (dengan nada yang tinggi berusaha untuk menyakinkan)

 

Zulkarnaen    :  Itu Daerah Ulu Sungai Ibai

 

Fasilitator       :  Ulu Ibai, ibai ini membelah hutan adat kito, bacabang duo ini (sambil menunjukkan peta) disini ?

 

Zulkarnaen      :  Ya, Sungai Supermin

 

Fasilitator       :  Baik Sungai Supermin disini (sambil menunjuk di peta)

 

Co Fasilitator :  Sungai Supermin memotong ke Sunga Ibai ya pak ?

 

Zulkarnaen    : Betul Sungai Supermin memotong ke Sungai Ibai

 

Fasilitator       :  (Berusaha menggambarkan dengan bantuan peserta yang memberikan masukan.)

 

Zulkarnaen    :  Ko Muaro ibai, ke Batang aek gedang ko buek

 

Kades             :  Tu kebun cu ! (sambil menunjukan ke arah peta).

 

Co Fasilitator :  Turun ke sungai ibai, supermin ke sungai ibai.

 

Peserta            :  Iyo

 

Co Fasilitator :  Bang coba di arsir bang ! (meminta fasilitator mengarsir di gambar)

 

Zubir              :  Itu kebun tu, dari tali kasih itu perbatasan kebun tu.

 

Co Fasilitator :  Artinyo hutan adat itu mulai dari Sei. Pangkalan Jambu, Sei Jernih, Bukit Semantuk, Sungai Supermin inilah yang menjadi hutan adat (sambil menunjuk peta) : Nah itu kan.( peserta mengamati fasilitator menyelesaikan gambar peta)

 

Fasilitator       :  Oke, Terima kasih sudah ada gambaran sedikit. Nah ada pertanyaan selanjutnyo, Bagaimana kondisinya sekarang ?

 

Kades             :  Masih utuh Pak

 

Fasilitator       :  Betul pak masih utuh ?

 

Zubir              :  Betul pak, kalau Kebun tu, sebelum hutan adat

 

Fasilitator       : Bagaimana bapak bapak yang lain?

(Seluruh peserta mengemukakan hal yang sama dengan yang dimaksud oleh Pak Zubir)

 

Zulkarnaen    :  Jadi kebun itu sudah di luar hutan adat (dengan suara yang tegas membernarkan pernyataan Pak Zubir)

 

Fasilitator       :  Oke kalau begitu.

 

Zulkarnaen    :  Jadi pak lokasi kebun masyarakat tidak termasuk lagi ke dalam hutan adat, Cuma mereka tidak boleh menambah lagi.

 

Co Fasilitator : Pak, jadi artinya Hutan Adat ini di kelilingi oleh Sungai-sungai ini (menunjuk ke arah peta)

 

Zulkarnaen    :  Betul pak!

 

Fasilitator       :  Pak Sekdes barangkali punya informasi ?!

 

Sekdes            :  Menurut yang bapak maksud tadi, seperi pengolaan tata ruang jadi mungkin dalam keadaan sekarang itu masih murni, jadi secara umum masih utuh keadaan hutan tersebut. Jadi untuk kedepan, karena sifatnya hutan yang ada akan habis dan jumlah penduduk terus bertambah banyak. Bagaimana kalau seandainya lokasi-lokasi yang bagus, misalnya daerah yang terjal dibiarkan hutannya, atau di sulam atau bagaimana lokasi-lokasi yang baik bagaimana di kembangkan, untuk jadi masa depan anak cucu, dalam rangka kita jadikan pembibitan atau penanaman tanaman seperti kelapa sawit, misalnya. Jadi Hutan Adat itu tetap ada tapi di bagi-bagi yang sesuai dengan fungsinya yang kira-kira menguntungkan masyarakat.

 

Fasilitator       : Itu tadi dari pak sekdes. Bagaimana kalau pendapat dari pak Bus (diam dan berfikir) atau Dari pak Harun?

 

Pak Harun     :  Kiro-kiro fungsi hutan….(terdiam dan tercenung…..)        (fasilitator langsung berkomentar)

 

Fasilitator       :  Pak Zul tidak banyak cakap di sini karna memang hutan adat memang hak milik warga Desa Baru Pangkalan Jambu, benar itu.Bang Muluk ? Silahkan ?

 

Muluk             :  (berfikir dan diam)

 

Maimunah     :  Kalau kami pikir, kalau kami yang tuo-tuo yang harus berpikir adalah generasi muda, kami yang tuo-tuo membina generasi muda dan mengarahkan generasi sekedar kewajiban. Dahulu ketika Pak Maakat menjadi Kepala Desa kita tidak peduli walaupun anak, kemenakan, yang mencuri di tangkap.

 

Fasilitator       :  Kito mesti pertahankan itu, sayo tidak tau ! sudah dengar pak itu adalah petua dari yang tuo. Tadi sudah ado pemikiran dari Pak Sekdes bahwa mungkin ini bisa di bagi-bagi, kalau memang curam, biarlah curam, kalau memang layak di budidayakan, nah tambal sulam tadi merupakan salah satu pilihan. Menurut Pak Imam, jika tebang 3 tanam 1 jadi baik. Itu merupakan satu pemikiran ke depan, jika sepakat mungkin bisa digunakan sebagai pertanian itu semua terserah kepada Bapak-bapak dan ibu semua. Satu hal yang saya pelajari, Hutan Adat  Desa Baru Pangkalan Jambu hanyalah satu klim dari masyarakat Desa Baru Pangkalan Jambu, tapi kita disini tidak punya perencanaan ke depan. Kita mau beradu otot, bertumpahan darah, tapi kita tidak mempunyai perencanaan ke depan dan pikiran yang jernih untuk sumber daya kita ini, tapi pikiran-pikiran itu seperti pembagian ruang, tambal sulam, mengganti komoditi, memperbanyak komoditi, itu merupakan pikiran sederhana yang memang bisa di pakai ke depan.

                           Sebagai Contoh,  TNKS dibagi menjadi ruang-ruang

1.      Ruang inti (ruang yang tidak bisa diganggu gugat) dengan berbagai macam alasan

2.      Ruang pemanfaatan tradisional (ruang yang bisa dimanfaatkan dan orang bisa memelihara)

3.      Ruang penyangga, ruang yang menyangga secara fisik, itu merupakan konsep dari atas, yang memang belum terbukti penerapannya di lapangan.

Kalau kita lihat tadi apa yang dikatakan Pak Imam, mungkin di bagi-bagi menjadi ruang-ruang tertentu, ke depan bisa saja, tapi kita tidak tau di bagi untuk apa atau ya……barangkali hal ini di cerita-cerita bisa terungkap, atau kita biarkan seperti apa adanya. Itu semua pengelolaannya tergantung pada kita semua.

 

Co Fasilitator :  Pak Zulkarnain tadi mengatakan luas hutan ada 750 hektar. Pihak kehutanan/TNKS tau tidak yang patok tata batas berada dalam hutan adat kita itu, sehingga dia bilang tumpah tindih karena menurut informasi yang kami dapat sekitar tahun 1999 TNKS di Tata Batas Ulang.

 

Zulkarnain     :  Yang sebenarnya permasalahan TNKS ini kami tuh juga tidak mengerti persis.  Pokoknya patok  berubah –rubah terus tiap tahun kadang disana kadang disini waktu rapat dikantor Bappeda Merangin kemaren, kami bilang orang TNKS ini tidak mau melibatkan masyarakat desa setempat untuk memasang patok ini itulah yang menyebabkan terjadinya tumpang tindih tidak pernah diberitahu laporan kedesa kami, kalo ado kami terimo laporan kayak gitu, Cuma orang TNKS masuk pasang patok, jadi kami biarin saja asal untuk dio kami dak ganggu untuk kami jangan diganggu, cuma itu saja prinsip kami.

 

Co. Fasilitator : Di dalam itulah adat kito ini Pak Zulkarnain, yang berbatasan dengan sungai jernih, pangkalan Jambu, bukit simantuk sampai sini (sambil menunjuk kepeta yang dibuat pak kades ) Ada tidak patok TNKS di dalam hutan adat kito ini ?

(Seluruh peserta bersama-sama menyatakan ada dengan antusias sehingga suasana kembali bersemangat karena hari semakin malam, banyak peserta yang mengantuk ). Ada berapa buah? (bersama-sama peserta kembali menyatakan banyak)

 

Maimunah     :  Kebetulan Pak orang TNKS datang Ibu sendirian di rumah  kalau dak salah datang satu mobil orang lima, maklum mak dak, kalo ngomong cerewet dak kawan, kalo baik diterimo kalo idak di buang, bilang mak. Kalo mak dengar dari informasi bapak Cuma hutan adat dak sekian persen lagi, tapi kalo dimasukkan TNKS akan hancur hutan adat ini. Seperti apa kato bapak, tunggu 10 menit , ah sampe 10 menit “boleh TNKS dalam hutan adat, tapi peliharalah dengan masyarakat, baru dengan sebaik-baik nya kalo tidak ada hutan adat,sudah langka TNKS ini sudah musnah, karena sudah terlibat dengan hutan adat, kami percaya penuh dengan masyarakat Desa Baru, jago biaklah ado patok didalam nyo dak jadi masalah, hanya binalah , biar ada patokm , jagalah kami Cuma menjalani tugas dari atasan kami untuk pasang patok disitu , ado peta, dilihat peta, kita mengerti sedikit-sedikit peta ini disini kami pasang Buk kami sudah turun sini disini . Kalo begitu kato bapak , alhamdulillah sampai amanTNKS kalo tidak, tidak aman TNKS (pak Zul menyela, Ibai juga kena , Pak kades juga memastikan Ibai kena , Buk maimunah melanjutkan )sawah orang padang lalang juga kena tanya pak Zubir . Maaf Pak kenapa masuk desa kami tidak bertanya . Kalo kami masuk kantor bapak dak permisi itu satu kesalahan / kelemahan kami kita punya hak masing-masing didesa kepala desa, ditanggung anak buah kami yang menyelesaikan, kepala desa, bapak masuk kami dak tau, tau-tau bapak keluar melapor.

 

Zubir              :  Kalo dirimbo ini orang desa ini yang susah payah keluar masuk. Mereka masuk tetapi mereka tidak melapor.

 

Kepala Desa   :  Tapi saya menanggapi soal patok TNKS dihutan adat mungkin orang sebagian TNKS mengatakan biarlah patok  TNKS dihutan adat , namun biar begitu ucapan mereka namun kami belum senang di campurkan TNKS dengan hutan adat , kami tidak mau melepaskan hutan adat dari Desa kami.

 

Maimunah     :  Pada waktu itu kami bilang kepada pihak kehutanan/TNKS “Kenapa bapak terlambat?, Bulan Mei kami sudah maju kedepan, SK bapak ?, mereka lantas bilang mereka punya  SK mentri kan kami ada orang dari pusat yang lebih kuat Sknya daripada masyarakat kalo bapak tidak percaya, catat nama kantor dan identitasnya.

 

Zulkarnaen    :  Dikantor BAPPEDA tempo hari ini ado jugo dio menyerahkan dengan masyarakat bahwa TNKS itu diserahkan ke masyarakat/ dimasuk kan dalam hutan adat. Tetapi tidak boleh diganggu gugat ,ada penyerahan tapi tidak boleh diganggu gugat , sebagaimana memanfaatkan hutan adat ini yang jadi persoalan itulah ,itulah TNKS lain gunanya, hutan adat lainpula gunanya, kalo TNKS memang tidak boleh diganggu gugat.

 

Maimunah     :  Jangankan mo’ nebang di TNKS , bawa parang panjang sajakita sudah keno.

 

Co Fasilitator :  Ada kesimpulan bahwa ada ancaman dari Desa tetangga, dengan adanya patok memindahkan hak Desa Pangkalan Jambu terhadap wilayah tersebut walaupun secara lisan. Omongan silahkan dijaga, artinya kalau ada orang yang pintar  misal dari tetangga –tetangga desa yang lain, inikan punya negara karena ini patoknya ada, tentu kita agak merasa panas karena wilayah kita sudah diambil oleh negara, artinya menurut warga desa tetangga wilayah tersebut bukan milik Desa Pangkalan Jambu jadi boleh saja diambil kayunya. Kami kan mengambil diwilayah milik negara itu batasnya.

 

Zulkarnaen    :  Kejadian ini pernah terjadi apa yang dibilang Pak Budi (Co. Fasilitator). Ini masalahnya karena sinis Desa Baru Pangkalan Jambu mempunyai hutan adat, desa lain tidak orang itu iri ada salah satu desa yang menjadi mitra TNKS.

(Fasilitator menanyakan desa mana, pak Zulkarnain tidak mau memberikan jawaban menyebabkan peserta tertawa).

Jadi mereka sudah tau status tumpang tindih, mereka pergi ke kantor TNKS, melihat peta, pernah desa mitra TNKS itu maling kayu dihutan adat kami itu pak langsung maling disitu, namun macam itu pas mo ditangkap, kami mengajukan laporan ke atasan, terbukalah persoalannya sehingga tenaga Mitra TNKS tadi dak jadi mitra tadi, jadi dia mengatur pemasangan patok karena mitra tadi, jadi orang itulah menyebabkan pemasangan patok tidak sesuai dengan rencana.  Apalagi kalau ado orang kehutanan disini.  Istilahnya proyek main borongan yang mudah itulah yang dipasang seperti itulah keadaan pemasangan patok aku sudah paham nian orang TNKS itu cam itu nian

(ditanggapi Co Fasilitator, pak Zulkarnain mohon maaf kalo ada orang TNKS, suasana jadi penuh tawa).

 

Co Fasilitator :  Kesimpulannya kita perlu khawatir, itulah yang pernah kami tanyakan di awal, dari tulisan, dari 750 sekian menjadi 300 an dan itu sudah terjadi ada orang yang paham, ini bukan milik Desa Baru Pangkalan Jambu milik negara yang berarti milik bersama.  Artinya pokok menghilangkan hak, walaupun disuruh mengurus, jadi kegelisahan kita walaupun dia tidak masalah, namun kita tidak lega seperti kata pak kades tadi, punyu kito tapi dipatok orang, halaman kita, ada pagar orang, ini tanah kito 700 saya matok pulak, tapi saya pula bilang tidak apa boleh ditanaman, tanamlah pasti bapak bilang ngapo pulalah budi tuh, tanah aku dipatoknya ulang, pasti ada ganjalan, suatu saat saya menjual tanah saya yang berbatasan sebelah sini masuk ke sebelah sini, batas patok, jadi runyam, itu yang menyebabkan kita perlu tahu tapal batas, maksud TNKS menyesalkan tidak masalah TNKS terjaga, artinya kita punya satu tujuan, menjaga kelestarian hutan bersama-sama tapi, tujuan lain berbeda hutan adat boleh dimanfaatkan ,TNKS tidak, disatu sisi kita sama disisi lain berbeda artinya perlu kita bicarakan kembali kemudian hari, seperti Pak Zulkarnain, Bu Maimunah masih ada tapi kami yang muda-muda tidak tau lagi tentang sejarah itu, sejarah bertengkar, kita dak tau nanti yang muda-muda digerakan orang yang sudah tahu latar belakangnya, pokoknya itulah tidak ada kekuatan bagi yang muda.  Bagian TNKS kita mampu mengelola, salah satu upaya kita harus menunjukan kita mampu mengelola, sehingga sekarang yang paling tinggi.  Negara siapa yang punya, ada negara tempat rakyat, hanya hak kita sendiri yang mungkin itu yang memperkuat kita, kalu sisa patok TNKS diluar hutan adat tata batas sesuai dengan hutan adat, karena inilah yang bersimbah darah, berotot kawat kita mempertahankan dan mengelola generasi berikut itu mestinya kita pikir kedepan mungkin itu kedapan kita mesti berfikir, tentu tidak mudah.

 

Maimunah     :  Jadi pak, petugas  mitra TNKS, menanyakan kepada kami, kenapa masyarakat Dusun Baru mau menanggkap kayu kami, untung saja cair, itukan kayu negara.

Kenapa kami mo nangkap, kalo kau tau ini kayu negara, kenapa kau tebang, dak ado negara. Kemudian saya katakan ’Kalau kalian mengerti itu kayu negara, mengapa kalian ambil, negara rakyat yang punya, dari rakyat baru jadi negara.  Kalian bisa jadi bos harus jadi rakyat dulu, saya tidak takut dengan kalian. (Dengan Nada yang Serius).

 

Zulkarnaen    :  Waktu kami ke Bappeda, kami ada juga membuat peta seperti itu kami katakan kepada mereka, inilah kawasan hutan adat kami.  Inilah yang dicuri oleh mitra bapak itu, kami jadi tidak karu-karuan saja bicara dengan mereka, karena kami panas kami dihina seperti itu yang tidak enak, dia tegak kami tegak juga.

(Pak Zulkarnain memberikan keterangan dengan nada suara agak keras, dan agak sedikit emosi, kemudian ibu Maimunah juga menambahkan penjelasan dengan sedikit emosi).

 

Maimunah     :  Di belakang langgar saya di gertaknya !

Saya katakan kepada mereka kalau kalian ngerti warga negara Indonesia, kenapa kalian tidak transparan, kenapa kalian tidak terang-terangan butuh apa, perlu apa, boleh saja asal sesuai dengan petunjuk.  Besoknya datang bosnya menemui berbicara dengan bapak saya (suami saya), kami katakan bahwa mitra bapaklah yang mencuri.  Kata orang takut karena salah, berani karena benar.

 

Fasilitator       :  Jadi Bapak-bapak dan Ibu-ibu, diskusi belajar bersama ini akan kita tutup dengan beberapa catatan kedepan.

Pertama :Masalah Aturan, itu akan dibahas 2 atau 3 malam lagi dengan Bapak-bapak dan Ibu-ibu serta pemuda-pemuda, yang paham, untuk sama-sama membicarakannya.

Kedua : ada yang belum selesai yaitu masalah luas hutan adat, sekitar 450 ha.  Kita juga akan sama-sama membicarakannya.  Ini akan dibahas secara khusus, karena seperti yang sudah saya katakan tadi ada dua hal yang akan kita bahas, yaitu masalah khusus hutan adat dan masalah Desa secara umum.

Nah untuk yang belum selesai tadi, seperti yang pak Budi katakan kalau bisa batasnya itu batas hutan adat kita.  Apakah pak Imam setuju ?

 

Pak Imam      :  Setuju sajalah…

 

Fasilitator       :  Bagaimana dengan pak harun ?

 

Harun             :  Setuju…

 

Fasilitator       :  Kalau saya negara, saya tidak akan melepaskan begitu saja, saya akan melihat, kalau ini dijalankan apa yang bisa dilakukan masyarakat untuk mengolahnya, itu harus kita pikirkan ke depan, mungkin 2 atau sampai 5 malam nanti salah satu diantar dua ini akan kita bicarakan secara khusus.

Diskusi kami tutup dan alhamdulillah kita sudah mengetahui bersama mengenai beberapa diantara yang kita catat dipapan tulis tadi…..

(Ucapan Fasilitator untuk menutup diskusi terpotong, karena itu Ibu Maimunah langsung berbicara).

Maimunah     : Assalammualaikum wr.wb, dalam diskusi kita ini, maklumlah kami sebagai orang tua, dan saya tadi telah banyak omong, banyak dosa kalau ada saya minta maaf, jika ada kata-kata saya yang salah, saya manusia biasa tidak luput dari kesalahan, ada yang sengaja dan ada yang tidak sengaja, karena banyak pembicaraan mungkin ada yang senang, mungkin adapula yang tidak senang, maka dari itu saya harus beribu-ribu minta maaf, salah dengan tuhan bertobat, salah dengan manusia minta maaf.

(Ibu Maimunah menutup pembicaraannya dengan mengucapkan salam, yang kemudian dijawab oleh peserta.  Dan terakhir fasilitator menyampaikan permintaan maaf kepada seluruh peserta jika terjadi kesalahan, kemudian dengan mengucapkan salam fasilitator menutup diskusi.

 

 

– 000 –

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *