Mercantilisme dan Neo-Mercantilisme
oleh: Martin J. Spechler, p. 7-15
Pemikiran mercantilisme muncul ketika kekuatan ekonomi suatu negara berada pada posisi inferior dibanding negara lainnya. Contoh saja situasi yang dihadapi oleh USA, yang merupakan negara kaya akan tetapi mengalami defisit neraca pembayaran. Bersamaan dengan defisit neraca pembayaran ini, juga terjadi capital outflow, yang juga disertai oleh investasi oleh warga asing akan tetapi dalam bentuk investasi yang intangibel, seperti lahan pertanian, bangunan kantor, pabrik otomotif. Ahli-ahli ekonomi Neo-Mercantilisme secara khusus sangat menaruh perhatian kepada kecenderungan seperti yang disebutkan di atas.
Ahli-alhi ekonomi mainstream, cenderung mengabaikan kondisi seperti yang disebutkan di atas, karena mereka lebih mengutamakan keuntungan dari transfer tehnologi dan proses pembentukan modal di dalam negeri. Defisit memang terjadi dan jalan keluar yang terbaik adalah melakukan depresiasi mata uang, meningkatkan tingkat bunga untuk mendorong tabungan dalam negeri di tambah dengan keyakinan bahwa pasar sudah sedemikian terbuka.
Banyak warga Amerika melihat bahwa kepemilikan aset-aset oleh warga asing merupakan permasalahan yang penting. Mereka tidak percaya bahwa warga asing akan memberikan perlakuan yang sama (fairness) dan perlakuan yang baik sebagaimana yang dilakukan oleh perusahaan Amerika. Investor-investor asing dapat saja secara tiba-tiba menarik modalnya dengan menjual dollar untuk mempertahankan mata uang negaranya atau mata uang asing di pasar. Ketidak percayaan terhadap warga asing yang tidak dapat dikontrol terutama oleh pemerintah, merupakan suatu keadaan yang tidak dapat dijustifikasi. Jadi, ketidak percayaan terhadap orang luar menjadi dasar bagi pemikir-pemikir New-Merkantilisme.
Disamping saling ketergantungan finansial, banyak warga Amerika juga khawatir terhadap produk yang dihasilkan oleh industri mereka akan diperlakukan secara tidak fair di pasar internasional karena beberapa sebab seperti: proteksi yang terselubung maupun secara terbuka. “ Mengapa Amerika berkompetisi secara bebas? sementara negara lain tidak”. Jika perusahaan dan barang-barang yang dihasilkan tidak diperbaiki, maka Amerika akan kehilangan pengalaman, sumberdaya manusia dan suber pemasukan negara berupa pajak. NeoMerkantilisme tidak saja di lekatkan pada ahli-ahli ekonomi tetapi juga pada siapa saja yang mempunyai perhatian kepada tenaga kerja yang tidak terserap pada kegiatan produktif, lapangan kerja yang stabil serta penurunan tingkat upah yang terjadi di Amerika.
Kritik Mainstream terhadap Merkantilisme
Merkantilis dan Neo-Merkantilis mendapat nama yang kurang baik dikalangan ahli ekonomi mainstream. Merkantilisme dijuluki sebagai “a gigantic theoretical ballon” Adam Smith menawarkan usaha yang dapat dipertimbangkan untuk memperlihatkan kekeliruan dalam mendukung proteksi, penimbunan emas dan perak dan penjajahan, dan Adam Smith secara bijak menyetujui Britain Navigation Act dan pengenaan tarif balasan(relaliatory tariff). Bagi akli-ahli Neo-klasik, merkanitilisme hanya semata-mata melindungi kepentingan kelas tertentu dan kepentingan nasional, sementara orang-orang yang berpikiran progresif telah mencurahkan perhatian kepada kesejahteraan dunia secara keseluruhan.
Berdasarkan sejarahnya, Merkantilisme berkeyaknan bahwa kesejahteraan bangsa dapat dicapai semata-mata hanya dengan uang, yang pada masa lalu berbentuk uang emas atau pun perak serta emas batangan. Uang adalah alat untuk mencapai kejayaan bangsa dan pada akhirnya akan membentuk kesejahteraan negara. Secara internasional orang dapat menerima bahwa akumulasi uang dapat dicapai jika terjadi surplus ekspor, yang berimplikasi mengorbankan konsumsi dan investasi domestik.
Agar ekspor menjadi surplus, maka pendapatan nasional harus melebihi konsumsi, belanja pemerintah dan swasta serta potensial investasi. Semakin banyak surplus, maka semakin sedikit penggunaan uang untuk keperluan domestik. Berdasarkan kritikan ahli-ahli ekonomi mainstream, investasi dari luar negeri (EX-IM), jika untuk mengakumulasi menstabilkan aset moneter seperti emas, akan menyerap tabungan nasional (Y-C-G) yang dapat diinvestasikan dalam berbagai modal dan akan menyebabkan pertumbuhan konsumsi. Investasi kedalam berbagai barang modal dengan tingkat bunga yang rendah merupakan sesuatu yang irasional.
Dalam kritiknya terhadap pandangan merkantilisme, ahli-ahli mainstream neoklasik menganggap bahwa tujuan etis dari organisasi adalah mendorong kesejahteraan material individu, dan juga konsumsi saat sekarang dan masa yang akan datang. Bagi ahli-ahli ekonomi newklasik, kejahteraan nasional adalah sesuatu yang palsu, jika di dalam suatu negara tidak ada individu-individu yang berada dalam negara itu. Upaya untuk meningkatkan kesejahteraan individu merupakan kegiatan yang patut dihargai, akan tetapi pengorbanan merupakan motivasi yang dianjurkan. Kesejahteraan material individu merupakan standar etis dalam masyarakat liberal. Pendapatan individu dicapai dengan upaya pembagian kerja, spesialisasi dan perdagangan yang dilakukan secara sukarela pada pasar bebas. Menurut ahli ekonomi newklasik, intervensi dalam bentuk apapun pasti menyakitkan bagi individu. Oleh karena itu ahli-ahli neoklasik membatasi diri dalam melakukan regulasi agar pasar bekerja dengan efisien, sementara ahli-ahli neo-merkantilis melihat regulasi memberikan andil yang besar dalam bekerjanya pasar.
Apa itu Merkantilisme?
Pemikiran Merkantilisme muncul pada abad 17 dan 18, ketika munculnya negara-negara baru di benua eropah. Negara-negara tersebut menghadapi persoalan yang sama yakni bagaimana membangun kekuatan negara yang berhadapan atau bersaing dengan negara lain. Kekuatan feodal seperti tuan tanah dikurangi perannya dalam politik, upaya mendominasi negara tetangga serta pengontrolan terhadap gereja dilakukan, hanya semata-mata untuk kepentingan dalam negeri (domestik).
Pemikiran Merkantilis ditujukan untuk mencapai 4 tujuan: Pertama, Merkantilis menginginkan kesatuan negata (unity) dibawah kekuasan absolut. Kesatuan ini berimplikasi bahwa adanya pasar tunggal, yang menghendaki terbentuknya daerah kepabeanan tanpa aturan untuk pelaku-pelaku di internal negara, dan tanpa adanya beban pajak. Daerah kepabeanan ini merupakan perangkat untuk mengurangi kekuatan negara-negara yang menjadi rival dagang.
Kesatuan (unity) juga didukung oleh satuan dan besaran yang berlaku secara umum, termasuk uang koin dan logam. Kondisi monopoli terhadap barang-barang yang sangat penting untuk memberikan perlindungan subsisten bagi penduduk juga dipercayai sebagai sessuatu yang mendukung kesatuan (unity).
Kedua, untuk membangun negara kesatuan yang kuat, mereka membangun pemerintahan yang sentralisasi, dengan membayar gaji aparatus dalam menciptakan seperangkat hukum tunggal. Birokrat yang loyal serta aparat kemanan yang profesional, dipayakan untuk mempertahankan negara, baik dari goncangan onternal maupun dari luar negeri. Kesemuanya menghendaki peningkatan penerimaan negara yang relatif cepat.
Ketiga, tujuan umum dari Merkantilisme adalah meningkatkan penerimaan dari pajak. Mereka menetapkan tarif impor sebagaimana juga tarif ekspor dan pajak untuk konsumsi berbagai barang. Agar penerimaan negara menjadi lebih besar, Merkantilisme mengembangkan kerangka ekonomi perpajakan. Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, pengaturan teknis produksi domestik diadopsi sedemikian rupa untuk menjamin agar kualitas yang dibutuhkan oleh konsumenluar negeri dapat dicapai.
Para menteri penganut paham Merkantilis mencoba mengurangi konsumsi barang impor yang mahal, beriringan dengan itu pada tataran domestik mendorong investasi dan memberi subsidi untuk barang-barang substitusi serta investasi terhadap infrastruktur penting untuk menjamin kemakmuran negara. Daerah jajahan diperluas untuk menjamin aliran bahan baku dan barang-barang mewah yang tidak dapat di produksi di dalam negeri.
Ke empat, untuk menjadikan negara kuat, Merkantilisme juga menaruh perhatian terhadap pendapatan agregat (aggregate income), sebagaimana juga ahli-ahli ekonomi neoklasik. Merkantilisme sangat menaruh perhatian terhadap jumlah penduduk, mendorong immigrasi, mendukung perkawinan dini atau prinsip pro kelahiran (pro natalist) tanpa kebijakan pengontrolan kelahiran.
Merkantilisme – Seperangkat Ide
Ahli-ahli penganut paham Merkantilisme, di dalam kebijakan pembangunannya selalu berorientasi kepada kekuatan negara. Akan tetapi, satu pertanyaan yang tepat diajukan untuk kaun Merkantilisme adalah masalah pembenaran teoritis dari paham Merkantilisme. Uraian pemikiran Merkantilisme di atas, dianggap sebagai kekeliruan teoritis. Kebijakan-kebijakan yang dilaksanakan oleh penganut paham Merkantilisme tidak didasarkan atas teori ekonomi yang memadai. Kaum Merkantilisme tidak terlalu menaruh perhatian terhadap kedalaman dan alasan pembenaran teoritis terhadap kebijakan-kebijakan yang mereka lakukan.
Nama merkantilisme, dikemukakan oleh pemikir physiocratic pada abad 18. Perspektif merkantilisme memiliki beberapa tema seperti: tujuan utama adalah kesejahteraan material dan kesejahteraan negara, kepuasan personal merupakan hal yang ke dua (tidak prioritas dan bersifat derivatif), kepentingan individu dapat dimodifikasi dan atau dimanipulasi untuk kepentingan negara, merkantilisme sangat menaruh perhatian besar kepada motivasi yang tinggi seperti loyalitas dan perilaku yang baik dari aparatur pemerintahan.
Neo-Merkantilisme dan Perekonomian Kontemporer
Neo-Merkantilis me selalu mendukung kebijakan ekonomi negara yang bertujuan untuk mendapatkan kekayaan/kemakmuran. Kebijakan unggulan mereka adalah kebijakan promosi ekspor. Surplus perdagangan dilihat sebagai alat dari kebijakan negara, bukan sebagai tujuan akhir. Neo-Merkantilisme tidak mengakui untuk membatasi perdagangan luar negeriatau menentang konsumsi barang-barang dari luar negeri. Yang menjadi dasar pertimbangan mereka adalah mempertahankan share pasar internasionalnya dengan kemajuan tehnologi dalam memproduksi barang untuk saat ini maupun dimasa yang akan datang.
Jika setiap negara mencoba mendominasi pasar untuk barang-barang yang kritisdan langka, lalu bagaimana mungkin tatanan/keteraturan ekonomi yang nyaman dapat dipertahankan? Tanpa suatu komitmen dalam implementasi prinsip-prinsip perdagangan bebas, maka lebih baik mendorong industri dalam negeri untuk meningkatkan ekspor atau melarang impor untuk mempertahankan kemakmuran negara. Upaya seperti itu dilakukan oleh Jepang (dalam bidang pertanian), sistem telekomunikasi (Prancis), tekstil dan sepatu (USA).
Jika mobilitas sumberdaya sangat baik, menurut ahli perdagangan internasional neoklasik, kekhawatiran terhadap pelanggaran aturan-aturan perdagangan tidaklah berdasar sama sekali. Dalam lingkungan pemikiran ahli klasik yang murni, persaingan yang sehat akan mendorong perpindahan sumberdaya untuk mencapai alokasi optimal, tentu saja tindakan proteksi yang dilakukan akan mencederai berbagai pihak. Berbagai subsidi ekspor akan ditanggung oleh negara pengekspor. Impor yang murah tidak akan diganggu sepanjang sumberdaya domestik dapat berpindah ke proses produksi untuk menghasilkan barang-barang ekspor yang lebih bernilai. Tingkat bunga akan menyesuaikan untuk mencapao neraca pembayaran pada posisi yang stabil. Akan tetapi, ketika informasi sangat mahal dan mobilitas sumberdaya tidak terjadi (immobil), teori neo-mercantilisme menempati posisi yang yang benar.
Kordinasi internasional juga dipandang penting dalam mengambil kebijakan makro ekonomi untuk mencapai full emplyment dalam kebijakan moneter dan fiskal tanpa kehawatiran adanya tekanan dalam aktivitas perdagangan. Satu negara dapapat menstimulir permintaan domestik ataupun mendevaluasi mata uangnya untuk mengatasi ketidak stabilan karena pengenaan tarif dari negara partner. Sementara negara lain dapat saja tidak menerima pertumbuhan moneter sebagai implikasi dari rendahnya tingkat bunga. Fluktuasi mata uang internasional dan aliran perdagangan, telah mendorong pengambil kebijakan dan ahli ekonomi untuk memikirkan instituri supranatural yang dapat menjaga kestabilan moneter. Sebagai contoh IMF memfasilitasi pertemuan Tokyo tahun 1986 yang disebut “multilateral survillance”.
Beberapa bentuk blok neo-merkantilisme telah meningkatkan aktivitasnya dalam meningkatkan posisi tawar dalam berhubungan dengan kekuatan dari luar. Masyarakat Eropa telah dijuluki sebagai kekuatan merkantilisme, karena tujuannya adalah menjaga stabilitas dan kekayaan negara-negara anggota, bersamaan dengan meningkatkan posisi tawar dengan rekan dagangnya dari luar seperti Amerika, Jepang dan Blok Komunis.