Pengenalan Wilayah Kerja Pemberdayaan

1.Makna Pengenalan Wilayah Kerja Fasilitator

Didalam pelaksanaan pemberdayaan masyarakat, seorang penyuluh / fasilitator Tidak cukup hanya mengenal masyarakat penerima manfaatnya saja, tetapi juga harus mengenal beragam kekuatan yang mempengaruhi proses perubahan, baik yang menyangkut lingkungan fisik, lingkungan sosial dan lain-lain. Selaras dengan itu, salah satu tugas yang harus dilakukan oleh setiap penyuluh/ fasilitator adalah melaksanakan: pengenalan wilayah kerja pemberdayaan masyarakat. Bagi penyuluh / fasilitator, pengenalan wilayah kerja sebelum melaksanakan tugasnya tidak hanya penting baginya, tetapi justru merupakan persyaratan mutlak. Sebab,hanya dengan mengenal wilayah kerja dia akan dapat memahami :

  • Keadaan masyarakat yang akan menjadi penerima manfaatnya.
  • Keadaan lingkungan fisik dan sosial masyarakat penerima manfaatnya,
  • Masalah-masalah yang pernah, sedang, dan akan dihadapi oleh masyarakat penerima manfaatnya di masa-masa mendatang,
  • Kendala yang akan dihadapi untuk melaksanakan pemberdayaan masyarakat ,dan
  • Faktor-faktor pendukung dan pelancar kegiatan pemberdayaan masyarakat yang akan dilaksanakannya.

Melalui pengenalan wilayah kerja yang mendalam, seorang penyuluh / fasilitator tidak hanya akan mengetahui kegiatan yang dilaksanakan oleh masyarakat yang akan menjadi peneriama manfaat, tapi melalui pengenalan wilayah kerja yang mendalam, seorang penyuluh / fasilitatorakan dapat memahami :

  • Keadaan alam, berikut faktor – faktor antara lain (pengairan,iklim,bencana alam rutin,keadaan hama penyakit yang biasa mengganggu ,dan lain-lain.
  • Kegiatan usaha, baik komoditi yang di usahakan ,teknik budidaya, tingkat produktivitas, dan lain-lain.
  • Keadaan penduduk, termasuk kebiasaan-kebiasaannya, kebutuhan dan keinginannya, agama dan nila-nilai sosial budaya yang dianut dan terus-menerus dijadikan pedoman hidup dan bekerja serta diwariskan dari generasi kegenerasi dan lain- lain.
  • Keadaan kelembagaan yang akan mempengaruhi kegiatan usaha dan prilaku masyarakat.
  • Sarana dan prasarana yang tersedia, yang diperlukan dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk terus meningkatkan produktivitas dan pendapatan serta keuntungannya.

Lebih lanjut, melalui pengenalan wilayah kerja yang mendalam, fasilitator akan dapat melihat :

  • Peluang peran bantuan yang dapat dilakukan untuk memperbaiki mutu hidup masyarakat penerima manfaatnya,
  • Memilih peluang peran bantuan yang paling tepat (mudah, murah, dan bener-bener bermanfaat),
  • Sumberdaya yang tersedian dan dapat di manfaatkan untuk pelaksanaan kegiatan penyuluh / fasilitator yang di rencanakan.

Oleh sebab itu, tanpa pengenalan wilayah kerja yang baik bukan saja akan menyulitkan penyuluh / fasilitator untuk menyusun program dan kalender kerja pemberdayaan masyarakat yang akan dilakukan, tetapi sekaligus juga akan menyulitkan pelaksanaan kegiatan pemberdayaan masyarakat yang telah direncanakan.

Hal ini disebabkan karena, data/informasi atau gambaran tentang situasi yang diperoleh berdasarkan pengamatan sekilas atau berdasarkan data sekunder yang tersedia, seringkali tidak selalu dapat di percaya sebagai data yang menggambarkan keadaan wilayah kerja yang sesungguhnya. Sehingga,masalah yang terlihat mungkin bukan menjadi masalah utama.tetapi masalah utama atau kunci permasalahannya seringkali justru tidak menonjol.

Dilain pihak , karena objek utama dari kegiatan pemberdayaan masyarakat adalah manusia yang memiliki perasaan,kebutuhan, keinginan, dan harapan-harapan yang selalu berubah-ubah tergantung keadaan (fisik dan sosial) lingkungannya, akan sangatlah sulit bagi seorang penyuluh / fasilitator (jika tanpa pengenalan wilayah kerja )untuk melakukan diagnose atau kebutuhan/keinginan, dan masalah-masalah yang telah dan sedang dihadapi oleh masyarakat penerima manfaatnya.

Melalui pengenalan wilayah kerja, penyuluh / fasilitator juga akan membiasakan dirinya sendiri untuk bekerja berdasarkan data atau fakta yang bener-bener diyakini,dan bukan bekerja berdasarkan prakiraan-prakiraan, asumsi-asumsi, atau menurut”kata orang”.

2 Lingkup pengenalan wilayah-kerja fasilitator

Beragam peubah (variable) yang mempengaruhi perubahan perilaku manusia demi perbaikan kesejahteraannya seperti yang diharapkan dalam setiap kegiatan pembangunan. Sejalan dengan itu, kegiatan pemberdayaan masyarakat yang merupakan faktor penting bagi pembangunan, setidak-tidaknya perlu memperhatikan :

1) Keadaan faktor –faktor produksi, yang mencakup :

  • Keadaan lahan, dan faktor-faktor alam lainnya.
  • Keadaan manusia (termasuk sikap, pengetahuan, dan ketrampilannya).
  • Modal, yang berupa uang dan benda-benda ekonomi yang digunakan untuk berlangsungnya proses produksi.
  • Manajemen yang merupakan ilmu dan seni untuk mengoptimalkan manfaat sumberdaya.
  • Peralatan dan atau mesin-mesin yang diperlukan dalam proses produksi.

2) Prasyarat pembangunan terutama yang mengenai

  • Stabilitas politik dan keamanan,
  • Kemauan politik pemerintah untuk membangun
  • Tersedianya tenaga administrator dan kader-kader pembangunan ditingkat local.

3) Syarat-syarat mutlak pembangunan yang terdiri atas :

  • Teknologi yang selalu berkembang,
  • Pemasaran hasil,
  • Tersedianya sarana produksi ditingkat local,
  • Perangsang berproduksi bagi masyarakat,
  • Pengangkutan.

4) Syarat-syarat pelancar pembangunan yang mencakup :

  • Pendidikan untuk pembangunan,
  • Kerjasama kelompok masyarakat,
  • Kredit produksi,
  • Perencanaan nasional untuk pembangunan,
  • Perbaikan dan perluasan lahan dan faktor produksi yang lain .(AT. Moster)

Bertolak dari pemahaman kegiatan pemberdayaan masyarakat sebagai upaya untuk memperbaiki usaha yang dilaksanakan oleh masyarakat dan kegiatan pemberdayaan masyarakat sebagai syarat pembangunan seperti diatas, maka lingkup pengenalan wilayah kerja pemberdayaan masyarakat setidak-tidaknya harus mencakup :

1) Keadaan sumberdaya alam ,

2) Keadaan sumberdaya manusia,

3) Keadan kelembagaan untuk pembangunan

4) Keadaan sarana dan prasarana bagi pembangunan

5) Kebijakan pembangunan

6) Organisasi dan administrasi pemberdayaan masyarakat

7) Dlll.

2.1. Keadaan Sumberdaya Alam

Pengenalan tentang keadaan sumberdaya alam, merupakan salah satu tugas yang tidak boleh dilupakan oleh seorang penyuluh / fasilitator, sebab,meskipun akhir-akhir ini telah dikenalkan teknologi mutakhir yang dapat melakukan rekayasa produksi serta teknologi yang dapat mengendalikan faktor-faktor alam yang lain yang melingkupinya (seperti: suhu, kelembaban, dan intensitas penyinaran matahari ), tetapi bagaimanapun harus di akaui bahwa sebagian besar warga masyarakat penerima manfaat pemberdayaan masih hidup di dalam usaha konvensional yang sangat tergantung kepada keadaan alam.

Melalui pengenalan keadaan sumberdaya –alam yang baik, seorang penyuluh / fasilitator akan dapat melihat keunggulan-keunggulan dan Kendala-kendala alami yang dimiliki dan harus dihadapi oleh masyarakat penerima manfaat diwilayah kerjanya. Sebaliknya, tanpa mengenal keadaan sumberdaya-alam secara cermat, penerapan inovasi yang disampaikan seringkali tidak akan berhasil seperti yang diharapkan, atau bahkan akan mengalami kegagalan sama sekali.

Beberapa keadan sumberdaya-alam yang perlu diperhatikan oleh setiap penyuluh / fasilitator adalah :

1) Lokasi Geografis, yang akan sangat menentukan keragaman komoditi yang di usahakan , yang terkait dengan : keadaan iklim, sifat hujan dan saat-saat pergantian iklim akan tiba.

Contoh yang paling elas dari kasus ini adalah, perbedaan antara wilayah Tropis dan wilayah sub tropis, atau dataran rendah dan dataran tinggi.

2) Topografie wilayah, yang selalu membedakan jenis komoditi yang boleh diusahakan sesuai dengan tingkat kemiringan lahan, juga seringkali menentukan pola bertanam berkaitan dengan upaya pelestarian dan konservasi tanah, serta keadaan pengairannya.

3) Iklim, termasuk didalamnya: keadaan hujan, intensitas penyinaran matahari, suhu, dan kelembaban udara, yang secara bersama-sama akan sangat menentukan pola bertanam, waktu bertanam, dan jenis komoditi yang dapat diusahakan dengan memberikan produk dan harga jual yang lebih baik.

4) Jenis tanah, berikut sifat-sifat fisika dan kimianya, yang akan menentukan ragam komoditi yang dapat diusahakan maupun tingkat produktivitasnya.

5) Bencana alam rutin, yang akan mempengaruhi peluang keberhasilan komoditi yang diusahakan.

6) Status dan luas pemilikan lahan, yang akan menentukan tingkat intensifikasi,produktivitas,dan pendapatannya.

7) Lokasi administrative, karena berkaitan dengan kebijakan pembangunan yang ditetapkan maupun sikap pimpinan wilayah terhadap kegiatan pembangunan diwilayahnya.

Keragaman lokasi administrative (jarak dengan kota) seringkali juga berpengaruh terhadap pola usaha, ragam komoditi,serta tingkat intensifikasi yang akan mempengaruhi produktivitas dan pendapatan yang dapat di harapkan.

2.2. Keadaan Sumberdaya Manusia

Seperti telah dikemukakan, penerima manfaat pemberdayaan masyarakat mencakup : masyarakat sebagai pelaku utama(baik sebagai manusia, sebagai pengelola usaha, maupun sebagai warga masyarakat), tokoh masyarakat ( formal dan informal), pengusahaan pedagang, peneliti, akademisi, seniman, dll. Disamping itu, jika dalam pendekatan lama, modal dan teknologi di anggap merupakan variabel strategis yang menentukan keberhasilan pembangunan dalam pendekatan baru justru sumberdaya manusia (dan lembaga – lembaga sosial) di anggap sebagai yang paling strategis.

Karena itu, setiap penyuluh / fasilitator harus benar-benar mengenal karakteristik setiap warga masyarakat yang akan menjadi penerima manfaatnya, baik secara individual maupun yang tergabung dalam kelompok/organisasi sosial.

Beberapa karakteristik sumber daya manusia yang perlu diketahui oleh penyuluh / fasilitator adalah:

1) Jumlah dan kepadatan penduduk, yang akan menentukan ragam status dan luas rata-rata pemilikan lahan setiap usaha.

Hal ini penting, karena seperti telah dikemukakan diatas, status dan luas pemilikan lahan ternyata berpengaruh terhadap tingkat intensifikasi, produktivitas dan besarnya pendapatan yang dapat diperoleh masyarakat yang bersangkutan.

2) Keragaman penduduk menurut umur dan jenis kelamin, yang akan menentukan tersedianya tenaga kerja, baik dalam arti jumlah, produktivitas, tingkat partisipasi, maupun alokasi waktu yang tersedia untuk kegiatan usaha.

3) Besarnya ukuran keluarga, yang mempengaruhi tersedianya tenaga kerja keluarga yang dapat diharapkan untuk membantu kegiatan usahanya.

4) Tingkat pertumbuhan penduduk, yang akan berpengaruh terhadap ragam kegiatan jangka panjang untuk memenuhi kebutuhan dan harapan-harapan serta upaya pemecahan masalah-masalah atau tantangan-tantangan di masa depan.

5) Pendidikan penduduk, yang akan berpengaruh terhadap tingkat keinovatifan, kekosmopolitan, serta kemampuannya untuk menerapkan inovasi-inovasi yang akan ditawarkan ; serta berpengaruh terhadap metode penyuluh / fasilitator yang akan direncanakan.

6) Nilai-nilai sosial budaya, termasuk agama dan kepercayaannya, yang perlu di perhatikan penyuluh / fasilitator berkaitan dengan inovasi yang akan ditawarkan, maupun metoda dan waktu pelaksanaan kegiatan pemberdayaan masyarakat yang akan direncanakan.

Bagi masyarakat jawa, pentingnya penyelamatan penanggalan jawa dan nilai-nilai pengaturan pola tanam (“Pranoto Mongso”) sedang di Bali terkenal dengan system pnegairan lewat “subak”.

7) Mata pencaharian penduduk, yang akan mempengaruhi sikapnya terhadap upaya-upaya pembangunan pada khususnya, dan tingkat keinovatifan penduduk terhadap setiap inovasi yang akan ditawarkan.

8) Kepatuhan warga masyarakat, baik terhadap hokum dan peraturan, maupun sikapnya terhadap penguasa wilayah (tokoh formal maupun tokoh informal), yang kesemuanya akan mempengaruhi sikap warga masyarakat terhadap kebijakan pembangunan (pertanian) yang harus dilaksanakan.

9) Manajemen dan resolusi konflik,baik antar sesame warga masyarakat maupun antara antara warga masyarakat dengan elitnya ( aparat pemerintah, elit politik, elit bisnis) dll.

2.3. Keadaan Kelembagaan

Seperti telah disinggung, kelembagaan semakin dipandang sebagai variable yang paling strategis didalam pendekatan baru tentang teori-teori pembangunan. Bahkan akhir-akhir ini, peran inovasi kelembagaan semakin menempati posisi penting disbanding sekedar inovasi teknologi maupun inovasi sosial. Sebab inovasi teknologi maupun inovasi sosial hanya dapat diimplementasikan dengan baik jika cukup tersedia kelembagaan yang dapat berfungsi efektif.

Tentang hal ini, keadaan kelembagaan yang perlu diperhatikan oleh seorang penyuluh/fasilitattor mencakup kelembagaan ekonomi maupun kelembagaan sosial.

1) Kelembagaan ekonomi, yang meliputi :

a) Lembaga-lembaga pemasaran sarana produksi pertanian, sejak produsen sampai dengan pendistribusiannya ditingkat local (masyarakat).

b) Lembaga –lembaga penunjang kegiatan produksi, seperti lembaga keuangan/perbankan, dan koperasi.

c) Lembaga-lembaga pemasaran produk, sejak pengolahan hasil, sampai dengan pendistribusiannya kepada konsumen yang membutuhkannya.

2) Kelembagaan sosial, yang mencakup ;

a) Kelembagaan sosial yang berkaitan langsung dengan kegiatan usaha, seperti kelompok tani dan organisasi – organisasi profesi disektor pertanian, seperti Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI), perhimpuna agronomi (PERAGI), Perhimpunan Entomologi Indonesia (PEI), himpunan Ilmu Tanah Indonesia (HITI), Perhimpunan Anggerek Indonesia (PAI), dll.

b) Kelembagaan pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh pemerintah, swasta, lembaga swadaya masyarakat pada umumnya, seperti : PKK, Dawa-wisma, Karang taruna, Pramuka Taruna Bumi,dll).

c) Kelembagaan pemberdayaan masyarakat yang di lakukan oleh pemerintah,swasta, lembaga swadaya masyarakat , perguruan tinggi, maupun yang diciptakan dikelola oleh masyarakat.

d) Lembaga penelitian dan pengembangan pertanian.

e) Lembaga pendidikan masyarakat (kursus, sekolah dan perguruan tinggi).

f) Dll.

2.4. Keadaan Sarana dan Prasarana

Pada percakapan dimuka telah disebutkan bahwa, tersedianya sarana produksi di tingkat local, pemasaran hasil, dan pengangkutan merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi untuk barlangsungnya pembangunan pertanian, disamping itu, untuk terciptanya suatu struktur masyarakat yang progresif (inovatif).

Keadaan beragam sarana dan prasarana yang perlu diperhatikan oleh setiap penyuluh/fasilitator diwilayah kerjanya adalah:

1) Keadaan bahan-baku atau sarana produksi, yang berupa benih/bibit, pupuk, pestisida/obat-obatan, baik menyangkut penyediaannya yang harus memenuhi persyaratan jumlah mutu yang dapat diandalkan maupun penyalurannya yang tepat waktu.

2) Keadaan sarana pengangkutan, baik untuk pengangkutan sarana produksi, produk yang di hasilkan, maupun pengangkutan tenaga kerja dan peralatan yang diperlukan di setiap lokalitas usaha maupun antar lokalitas usaha di setiap distrik usaha-tani.

3) Keadaan penyediaan kredit, untuk investasi, biaya operasional, maupun kredit konsumsi yang dibutuhkan masyarakatnya.

4) Keadaan pasar,baik ragam pasar, jumlah, dan lokasinya.

5) Keadaan jalan, baik kelas jalan, dan keadaannya.

2.5. Kebijakan Pembangunan

Salah satu prasyarat dan faktor pelancar pembangunan adalah, adanya kebijakan pemerintah untuk pembangunan ditingkat nasional, dan penjabarannya oleh aparat pemerintah ditingkat regional dan local ( provinsi, kabupaten/kota), serta langkah-langkah pelaksaan yang telah dimusyawarahkan oleh warga masyarakat setempat.

Tentang hal ini, harus diingat bahwa kegiatan pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan harus selalu mengacu dan merupakan bagian integral yang tidak boleh terlepas bahkan harus mampu memperlancar pelaksanaan serta tercapainya tujuan-tujuan pembangunan yang telah disepakati disemua aras pelaksanaan pembangunan. Karena itu, setiap penyuluh/fasilitator harus bener-bener memahami semua kebijakan dan hasil-hasil musyawarah masyarakat yang berkaitan dengan pelaksanaan pembangunan.

Tanpa adanya pemahaman yang mendalam tentang kebijakan-kebijakan yang telah disepakati, penyuluh/fasilitator akan menghadapi kesulitan dalam merumuskan program pemberdayaan masyarakat yang direncanakannya.

Dilain pihak, tanpa adanya pemahaman yang baik terhadap kebijakan dan kesepakatan-kesepakatan yang ditetapkan, dikhawatirkan program pemberdayaan masyarakat yang dirumuskan akan kurang bermanfaat, berbeda, atau bahkan mungkin bertentangan dengan kebijakan dan kesepakatan yang ada.

Sehubungan dengan itu, beragam kebijakan,peraturan, dan hasil-hasil musyawarah yang harus diperhatikan oleh setiap penyuluh/fasilitator adalah :

1) Kebijakan pembangunan nasional jangka panjang, khususnya yang mengenai tujuan pembangunan,peran pembangunan pertanian, dan tujuan pembangunan pertanian itu sendiri.

2) Kebijakan pembangunan nasional jangka menengah/GBHN, khususnya tentang arah, tujuan dan langkah kegiatan pembangunan pertanian .

3) Kebijakan pembangunan regional dan local (Wilayah Tingkat I/II) khususnya tentang arah, tujuan, dan langkah kegiatan yang akan dilaksanakan.

4) Peraturan-peraturan wilayah yang berkaitan dengan pembangunan pertanian.

5) Hasil-hasil musyawarah masyarakat setempat untuk pembangunan pertanian.

2.6. Potensi Ekonomi dan Keunggulan Lokal

Seiring dengan diberlakukannya desentralisasi melalui UU pemerintah daerah, maka setiap pemerintah daerah (provinsi,kabupaten/kota) berhak sekaligus dan bertanggung jawab mengelola potensi kekayaan didaerahnya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyatnya.

Dalam hubungan ini, maka setiap penyuluh/fasilitator pemberdayaan masyarakat harus mampu (bersama-sama masyarakat penerima manfaatnya) melakukan analisis tentang potensi dan keunggulan local guna membangun daya-saing atau sinergi dengan pemerintah daerah yang lain, bahkan dengan pemerintah nasional, maupun menjalin kemitraan internasional dengan dunia usaha maupun lembaga pemerintah melalui public,private,partnership (PPP).

Terkait dengan hal ini, maka setiap penyuluh/fasilitator pemberdayaan masyarakat perlu mencermati :

1) Keunggulan dan kelemahan-kelemahan dari usaha yang telah dilaksanakan selama ini.

2) Alternatif-alternatif peran bantuan yang dapat diberikan.

3) Alternatif tentang kegiatan penyuluh/fasilitatoran yang akan dapat dilaksanakan.

2.7. Organisasi dan Administrasi Pemberdayaan Masyarakat

Pemahaman tentang organisasi dan administrasi pemberdayaan masyarakat, juga merupakan salah satu aspek yang tidak boleh dilupakan oleh setiap penyuluh/fasilitator pemberdayaan masyarakat, agar dia dapat melaksanakan tugasnya sesuai dengan kedudukan (posisi) dan satuan (peran) yang harus di mainkan demi terwujudnya kerjasama yang selaras dan serasi dengan para penguasa, dengan masyarakatnya, maupun antar sesama penyuluh/fasilitator dan lembaga/aparat penunjang penyuluh/fasilitator pemahaman tentang organisasi dan administrasi pemberdayaan masyarakat, juga sangat di perlukan agar peran yang dirasakan dan peran yang dilaksanakan / ditunjukkan oleh penyuluh/fasilitator yang bersangkutan dapat sesuai dengan peran yang seharusnya dimainkan dan peran yang di harapkan oleh lingkungannya.

Pemahaman tentang organisasi dan administrasi pemberdayaan masyarakat dewasa ini menjadi sangat penting untuk dipahami oleh setiap penyuluh/fasilitator, seiring telah di bentuknya instusi (Badan/kantor) pemberdayaan masyarakat ditingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota.

Sehubungan dengan itu,hal-hal yang perlu di perhatikan oleh setiap penyuluh/fasilitator adalah :

1) Struktur organisasi pemberdayaan masyarakat tani, dan kaitannya dalam organisasi pemerintahan.

2) Keterkaitan atau saling hubunga,baik antara sesama penyuluh/fasilitator,antara penyuluh/fasilitator dengan (kelompok – kelompok) masyarakat penerima manfaat, dan antara penyuluh/fasilitator dengan lembaga/aparat penunjangnya.

3) Rincian kegiatan yang harus dilaksanakan

4) Hak dan kewajiban, termasuk kemudahan-kemudahan yang disediakan.

5) Jenjang karier, jaminan hari tua .

3. Cara pengenalan Wilayah Kerja Pemberdayaan Masyarakat

Cara pengenalan Wilayah Kerja yang terbaik yang harus dilakukan oleh setiap penyuluh/fasilitator adalah, sebelum melakukan kegiatannya sebagai seorang penyuluh/fasilitator , itu melalui :

1) Telaahan data sekunder atau keadaan “Monografi Wilayah”.

2) Informasi dari tokoh-tokoh masyarakat, baik tokoh formal maupun (dan seringkali lebih akurat) dari tokoh-tokoh)binformal.

3) Kalau ada,hasil studi atau kajian yang pernah dilakukan diwilayah tersebut.baik yang dilakukan oleh aparat intern maupun oleh “orang luar”.

4) Laporan-laporan yang tersedia.

5) Penilaian “orang luar” (atau sesama penyuluh/fasilitator ) yang pernah bekerja diwilayah tersebut), yang dapat dipercaya.

Tetapi, cara seperti ini akan memakan waktu yang cukup lama, dan seringkali datanya kurang akurat. Sebab, data sekunder yang tersedia, seringkali diragukan keterhandalannya. Disamping itu, yang Nampak atau yang didengar, tidak selalu yang sebenarnya; apalagi jika didalam masyarakat penerima manfaat masih berkembang nilai-nilai : ketertutupan, kecurigaan, ketidakacuhan,dll.

Karena itu, setiap penyuluh/fasilitator harus terus-menerus melakukan pengamatan dan kajian-kajian atau pengujian-pengujian sendiri untuk selalu mempengaruhi dan memperbaiki data “keadaan wilayah” (monografie) yang telah tersedia. Sebab, untuk pemekalan wilayah, terutama yang berkaitan dengan keadaan sosial budaya seringkali harus memerlukan waktu cukup lama, dan seringkali berubah-ubah sesuai dengan keadaan dan lingkungannya.

Teknik pengenalan wilayah kerja yang telah lama dilakukan oleh para penyuluh/fasilitator pemberdayaan masyarakat adalah melakukan penilaian secara tepat (rapid rural appraisal/RRA), yaitu melakukan telaahan secara cepat melalui telaahan dokumen, pengamatan,dan atau wawancara tentang hal-hal yang perlu dipahami oleh setiap penyuluh/fasilitator seperti yang telah dikemukakan diatas.

Tetapi teknik seperti ini sudah lama ditinggalkan karena tidak melibatkan masyarakat setempat.disamping itu, seperti telah disinggung didepan, keterhandalan dokumen maupun informasi yang diamati atau dikumpulkan melalui wawancara seringkali diragukan kesyahihannya.

Sebagai pengganti dari kegiatan dari kegiatan RRA adalah dikembangkannya teknik penilaian partisipatif (participatory rural appraisal/PRA). Yaitu teknik pengenalan wilayah melalui :

1) Pelaksanaan survey partisipatif atau survey mandiri yang dilakukan oleh masyarakat (community self survey) yang difasilitasi oleh penyuluh/fasilitator.

Peran penyuluh/fasilitator disini, bukan sebagai penentu tetapi sekadar memberikan pertimbangan (advise) tentang :

a) Data/informasi dan sumber data yang diperlukan

b) Teknik pengumpulan data dan instrument pengumpuulan data yang diperlukan

c) Perumusan instrument dan pengukurannya.

2) Penilaian keadaan secara partisipatif , yang terdiri dari :

a) Kompilasi dan tabulasi data

b) Analisis keadaan dan perubahan.

c) Pembuatan peta situasi dalam bentuk gambar (lokasi)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *