Pelajaran 17
Dalam diri manusia terdapat 2 sifat, yaitu: baik dan buruk. Sifat yang baik dilandaskan atas dasar rasa keimanan, ketakwaan dan kemanusiaan, dan sifat buruk selalu didorong nafsu, seperti: sifat kebinatangan, kejahilan dan ingkar akan perintah Allah. Kedua sifat ini saling bertentangan antara satu sama lain. Jika iman dan takwa lebih berkuasa, maka hidup seseorang akan aman daripada pengaruh sifat buruk yang didalangi syaitan. Diantara sifat buruk yang kita kenal adalah tamak, yaitu sifat yang berlawanan dengan Qanaah (menerima dengan lapang dada).
Secara bahasa tamak berarti rakus hatinya. Sedang menurut istilah, tamak adalah cinta kepada dunia (harta) terlalu berlebihan tanpa memperhatikan hukum haram yang mengakibatkan adanya dosa besar.
Dari definisi diatas bisa kita fahami, bahwa tamak adalah sikap rakus terhadap hal-hal yang bersifat kebendaan tanpa memperhitungkan mana yang halal dan haram. Sifat ini dijelaskan oleh Syeikh Ahmad Rifai sebagai sebab dari timbulnya rasa dengki, hasud, permusuhan dan perbuatan keji dan mungkar lainnya, yang kemudian pada penghujungnya mengakibatkan manusia lupa kepada Allah SWT, kehidupan akhirat serta menjauhi kewajiban agama.
Sifat rakus terhadap dunia menyebabkan manusia menjadi hina, sifat ini digambarkan oleh beliau seperti orang yang haus yang hendak minum air laut, semakin banyak ia meminum air laut, semakin bertambah rasa dahaganya. Maksudnya, bertambahnya harta tidak akan menghasilkan kepuasan hidup karena keberhasilan dalam mengumpulkan harta akan menimbulkan harapan untuk mendapatkan harta benda baru yang lebih banyak. Orang yang tamak senantiasa lapar dan dahaga dengan kehidupan dunia. Makin banyak yang diperoleh dan menjadi miliknya, semakin rasa lapar dan dahaga untuk mendapatkan lebih banyak lagi. Jadi, mereka sebenarnya tidak dapat menikmati kebaikan dari apa yang dimiliki, tetapi sebaliknya menjadi satu beban hidup.
Tamak timbul dari waham iaitu ragu-ragu dengan rezeki yang dijamin oleh Allah SWT. Karena itu Ibnu Athaillah melanjutkan: “Tak ada yang lebih mendorong kepada Tamak melainkan imajinasi (waham) itu sendiri”, Dorongan imajinatif, dan lamunan-lamunan panjang yang palsu senantiasa menjuruskan kita pada ketamakan dan segala bentuk keinginan yang ada kaitannya dengan kekuatan, kekuasaan, dan fasilitas makhluk. Waham atau imajinasi itulah yang memproduksi hijab-hijab penghalang antara kita dengan Allah SWT, Sehingga pencerahan cahaya yakin sirna ditutup oleh hal-hal yang imajiner belaka.
Sebagian orang arif berkata, “Jangan sampai anda menduga bahwa diri anda hadir di depan Allah sementara ada sesuatu di belakang anda yang masih menarik diri anda.”